PROPOSAL SEMINAR HASIL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS DENGAN KASUS INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DENGAN TREND DAN ISSUE LEMON INHALATION AROMATHERAPY FOR ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION PATIENTS DI RUANG HCU RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TULUNGAGUNG TAHUN 2021
IRMA
SOVIYA AFRILIANA (A3R21021)
LILA
LAILATUS SOLECHAH (A3R21022)
LINDA
YUNITA SARI (A3R21023)
LULUK
WAHYU MAWATI (A3R21024)
M. ARI ZAWAWI (A3R21025)
MAYNANDA ALIFTANISA A (A3R21026)
MELLYNIA NURFADILAH B.U (A3R21027)
MUHAMAD HENDRAWAN (A3R21028)
MUKHAMMAD ROSYID (A3R21029)
NANANG AZIZ SANTOSO (A3R21030)
NANANG ENDRIONO (A3R21031)
NANDA GALUH PRATIWI (A3R21032)
NANDA PERMATA SURI (A3R21033)
NIKEN PUSPASARI (A3R21034)
NURIN SYAHMINA (A3R21035)
OKTAVIANA MAHARANI N (A3R21036)
PINILIH FARIDATUL LAZULFA (A3R21037)
PRILA TINA RAHAYU (A3R21038)
PUNGKY EKA SEPTYANI (A3R21039)
LINDA
HINDRAYANTI (A3R21068)
LUKY
PALUPI (A3R21063)
MONI MIFTAKHUL HANIFAH (A3R21064)
PROGRAM
STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA
ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2022
LEMBAR
PENGESAHAN
PROPOSAL
SEMINAR PEMBERIAN
AROMATERAPI INHALASI PADA PERAWATAN PASIEN IMA
Pembimbing I |
Pembimbing II |
(Gathut Pringgotomo, S.Kep, Ners, M.Kep) |
( Manggar Purwacaraka, S.Kep, Ners, M.Kep ) |
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena
telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya dan memberikan kelapangan hati dan
pikiran sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan proposal
seminar dengan judul “Proposal Seminar Pemberian
Aromaterapi Inhalasi Lemon Pada Perawatan Pasien Ima”.
Dalam
penyusunan proposal seminar ini kami banyak mendapatkan bimbingan, petunjuk,
saran serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Yitno, SKp, M.Pd, selaku Ketua
STIKes “Hutama Abdi Husada” Tulungagung yang senantiasa mendukung mahasiswa
dalam menempuh pendidikan di STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung.
2.
Bapak
Gathut Pringgotomo, S.Kep, Ners, M.Kep selaku
Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pemikiran, kesabaran, serta arahan
demi terselesaikannya proposal seminar
ini.
3.
Bapak
Manggar Purwacaraka, S.Kep, Ners, M.Kep selaku
Pembimbing II yang telah melungkan waktu, pemikiran, kesabaran, serta arahan
demi terselesaikannya proposal seminar ini.
Dilihat dari segi kesempurnaan tidak ada hal di
dunia ini yang memliliki kesempurnaan mutlak dan kami menyadari bahwa dalam
penulisan proposal seminar ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan proposal seminar ini. Aamiin..
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. TUJUAN 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. KONSEP IMA 3
B. KONSEP TREND ISSUE KEPERAWATAN 6
C. KONSEP LEMON 7
D. TERAPI IMA 11
E. KONSEP PERUBAHAN DALAM DUNIA KEPERAWATAN 15
F. KONSEP LANGKAH STRATEGIS DALAM MENGHADAPI TREND ISSUE PERUBAHAN KEPERAWATAN 15
BAB III PEMBAHASAN 19
A. Trend Issue Perubahan Keperawatan di Masa Depan 19
B. Langkah strategis dalam menghadapi Trend issue perubahan keperawatan di masa depan 20
C. Analisis kelompok : konsep langkah strategis dalam menghadapi trend issue perubahan keperawatan PICOT 27
BAB IV PENUTUP 33
A. Kesimpulan 33
B. Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS IMA 36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN IMA 56
LAMPIRAN JURNAL 83
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Semakin
banyak orang yang meninggal setiap tahun karena penyakit kardiovaskular.
Penyakit kardiovaskular terdiri dari penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri perifer, penyakit jantung rematik dan penyakit
jantung bawaan, trombosis vena dan emboli paru. Penyakit jantung koroner
sendiri merupakan penyakit kardiovaskular yang berkaitan dengan pembuluh darah
yang mengangkut suplai oksigen ke jantung (WHO, 2018).
Penyakit
kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan global yang berkontribusi hingga 30%
dari kematian dunia dan 10% dari beban penyakit global. Pada tahun 2005, dari
total 58 juta kematian di dunia, 17 juta dikarenakan penyakit kardiovaskuler
dan, di antara mereka, 7,6 juta adalah karena penyakit jantung koroner. Infark
miokard adalah salah satu dari lima manifestasi utama penyakit jantung koroner,
yaitu angina pektoris stabil, angina pektoris tidak stabil, MI (myocardial
infarction), gagal jantung, dan kematian mendadak (Mendis et al, 2019). Pasien
IMA Asia Selatan pada umumnya berumur lebih muda dibandingkan pasien IMA kulit
putih (Khan et al, 2018).
Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Berdasarkan data
WHO (World Health Organization), sekitar 23,6 juta orang akan meninggal karena
penyakit kardiovaskular pada tahun 2030. Sedangkan berdasrkan Riskesdas, 2017
menunjukan bahwa prevalensi penyakit jantung secara nasional adalah 7,2%.
Penyakit jantung iskemik mempunyai proporsi sebesar 5,1% dari seluruh penyakit
penyebab kematian di Indonesia, dan penyakit jantung mempunyai angka proporsi
sebesar 4,6% dari seluruh kematian. Selain itu, hasil penelitian kohort di
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan 5 rumah sakit di Indonesia di tahun 2016
menunjukan bahwa angka kematian karena penyakit kardiovaskular di rumah sakit
adalah sekitar 6-12% dan angka rehospitalisasi yaitu 29% (Depkes, 2018).
Kecemasan
yang persisten pada pasien dengan sindrom koroner akut menyebabkan komplikasi
di rumah sakit, seperti iskemia berulang akut, takikardia ventrikel
berkelanjutan, edema paru, infark ulang, syok kardiogenik, dan kematian di
rumah sakit. Karena komplikasi yang disebutkan di atas adalah umum dan memiliki
beberapa efek samping yang berbahaya, memberikan beberapa intervensi seperti
Kesehatan Pelengkap dan Integratif (CIH) mungkin penting untuk ini. Para
peneliti telah melaporkan bahwa berbagai jenis CIH, seperti kelompok pendukung,
pelatihan keterampilan koping, terapi relaksasi, pijat, refleksologi, dan yoga,
mengurangi rasa sakit, kelelahan, gangguan tidur, dan kecemasan dan peningkatan
harapan, kepatuhan terhadap pengobatan dan kualitas hidup di pasien dengan
kondisi akut dan kronis (Murthy, 2019).
Aromaterapi
adalah sejenis CIH. Berbagai jenis aromaterapi terdiri dari pijat, kosmetik,
dan penciuman. Aromaterapi penciuman mengurangi stres, dan gejala depresi.
Aromaterapi penciuman dapat dilakukan dengan lavender, mawar, jeruk, bergamot,
lemon, dll. Lemon atau jeruk lemon memiliki banyak efek berharga. Dilaporkan
bahwa jeruk lemon bertindak sebagai antioksidan. Itu juga memiliki analgesik,
penurun kolesterol, dan efek antibakteri. Aromaterapi inhalasi lemon menurunkan
mual dan muntah selama kehamilan. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan
bahwa minyak atsiri jeruk lemon memiliki efek anti-stres. Peneliti lain
mengungkapkan bahwa ia memiliki efek ansiolitik, obat penenang, dan antidepresan.
Beberapa dari efek berharga ini, seperti efek ansiolitik, regulasi tekanan
darah, dan pencegahan kerusakan sel, mungkin efektif pada pasien IMA (Mubarak
& Chayatin, 2018).
B. TUJUAN
1.
Tujuan
Umum
Mengidentifikasi
trend dan issue dalam keperawatan pemberian aromaterapi inhalasi lemon pada perawatan
pasien IMA.
2.
Tujuan
Khusus
a. Mengidentifikasi
trend issue keperawatan pemberian aromaterapi inhalasi lemon pada perawatan
pasien IMA.
b. Mengidentifikasi
strategi dalam menghadapi trend issue keperawatan pemberian aromaterapi
inhalasi lemon pada perawatan pasien IMA.
c. Menganalisa
langkah strategis PICO.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. KONSEP IMA
1. Definisi
IMA
Menurut Brunner &
Sudarth (2012) infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Sedangkan pengertian
menurut Suyono (2014) infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard
infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Sindrom koroner
akut (acute coronary
syndrome, ACS) meliputi kondisi
seperti infark miokardium akut (acute myocardial infraction, AMI), perubahan gelombang
ST diagnostic pada EKG,
dan angina tidak stabil. Miokardium infark yang juga dikenal
sebagai serangan jantung, thrombosis koroner, atau sumbatan koroner, merupakan
sumbatan yang tiba-tiba pada salah
satu arteri koroner.
Jika sumbatan terjadi
pada area yang
kecil, nekrosis jaringan parut dan selanjutnya pembentukan
jaringan parut akan terjadi
(Rampengan, 2015)
2. Klasifikasi
IMA
Ada
dua jenis infark miokardial miokardial yang saling
berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan penampakan klinis yang cukup
berbeda. (Nursalam, 2017)
a.
Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding
ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak
yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
b. Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah
bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami
penurunan perfusi
3. Penyebab
IMA
Suplai
oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor menurut Kasuari (2012) :
a. Faktor
pembuluh darah :
1) Aterosklerosis
2) Spasme
3) Arteritis
b. Faktor
sirkulasi :
1) Hipotensi
2) Stenosos
aurta
3) Insufisiensi
c. Faktor
darah :
1) Anemia
2) Hipoksemia
3) Polisitemia
d. Curah
jantung yang meningkat :
1) Aktifitas
berlebihan
2) Emosi
3) Hypertiroidisme
e. Kebutuhan
oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan
miocard
2) Hypertropimiocard
3) Hypertensi
diastolic
Faktor
predisposisi, menurut Robbins (2017) :
a. Faktor
resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia
lebih dari 40 tahun
2) Jenis
kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
3) Hereditas
4) Ras
: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor
resiko yang dapat diubah :
1) Mayor
:
(a) Hiperlipidemia
(b) Hipertensi
(c) Merokok
(d) Diabetes
(e) Obesitas
(f) Diet
tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor:
(a) Inaktifitas
fisik
(b) Pola
kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif)
4. Tanda
dan Gejala IMA
Tanda
dan gejala IMA (Infark Miokard Akut) menurut Robbins
2017, adalah :
a. Nyeri
dada seperti diremas-remas atau tertekan.
b. Nyeri
dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris
biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
c. Bunyi
jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
d. Krepitasi
basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
e. Takikardi
f. Sesak
napas
g. Kulit
yang pucat
h. Pingsan
i. Hipotensi
5. Komplikasi
IMA
a. Aritmia
Beberapa
bentuk aritmia mungkin
timbul pada IMA.
Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah
perbatasan yang mengelilingi,
kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan
elektrolit yang terganggu. (Suddarth, 2014)
b. AV
Blok
Blok
jantung bukan penyakit
pada jantung, tetapi
dihubungkan dengan berbagai jenis penyakit jantung, khususnya penyakit
arteri koroner dan penyakit jantung
reumatik. Pada blok jantung
atrioventrikuler (AV),
kontraksi jantung lemah dan
tidak memiliki dorongan
yang cukup untuk mengirim darah
dari atrium ke
ventrikel. Denyut nadi
dapat rendah, mencapai 30 kali
per menit. (Suddarth, 2014)
c. Gagal
jantung
Pada
IMA, heart failure
maupun gagal jantung
kongestif dapat timbul sebagai
akibat kerusakan ventrikel
kiri, ventrikel kanan
atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penurunan cardiac output pada
pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang.
Peningkatan resistensi perifer
sebagai kompensasi menyebabkan
beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal
jantung ini ialah syok kardiogenik. (Suddarth, 2014)
d. Emboli/tromboemboli
Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung
dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan
faktor predisposisi trombosis pada vena-vena
tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru
dan mengakibatkan kemunduran
hemodinamik. Embolisasi sistemik
akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau
trombus dalam aneurisma ventrikel kiri. (Suddarth, 2014)
e. Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi
pada IMA dan menyebabkan kemunduran hemodinamik.
Ruptura biasanya pada
batas antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada free
wall) menyebabkan perdarahan cepat ke
dalam cavum pericard sehingga terjadi tamponade
jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya. (Suddarth, 2014).
B. KONSEP
TREND ISSUE KEPERAWATAN
1.
Trend
Trend adalah sesuatu yang sedang “ menjamur “ atau
sedang disukai dan digemari oleh orang banyak yang sesuai dengan fakta. Trend merupakan suatu pola dari peristiwa-peristiwa
atau perilaku yang sama-sama dialami oleh banyak orang. Trend juga merupakan
hal yang sangat mendasar dalam pendekatan analisa yang merupakan salah satu gambaran ataupun informasi yang
terjadi saat ini yang biasanya sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat. (Nasir, 2016)
2.
Issue
Issue adalah suatu
peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada
masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang
krisis (Nasir, 2016).
Issue adalah sesuatu yang
sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya.
3.
Trend
dan Issue Keperawatan
Trend dan Issu
Keperawatan adalah sesuatu yang sedang d.bicarakan banyak orang tentang
praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend
dan issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis
keperawatan (Nadziel,
2013).
4. Lemon
Inhalation Aromatherapy Can Lower Blood Pressure, Electrocardiogram Changes,
And Anxiety In Infarction Patients Acute Myocardium Is A Trend Issue
Iskemia
terjadi jika terjadi penurunan perfusi darah ke miokardium. Iskemia
berkepanjangan menginduksi infark miokard. Beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi setelah infark miokard akut (IMA), salah satunya adalah tekanan darah
tinggi
Alternatif
solusi untuk terapi hospital dapat mennggunakan aromaterapi inhalasi lemon.
lemon adalah salah satu buah yang mudah diperoleh dan dibeli di lingkungan
sekitar kita. Aromaterapi inhalasi lemon dapat mmenurunkan kecemasan keadaan
dan sifat pada pasien IMA. Demikian pula, ditunjukkan bahwa sari lemon
mengurangi kecemasan dan rasa sakit. Aromaterapi inhalasi lemon pada IMA
mengurangi tekanan darah sistolik, kecemasan dan presentase segmen ST dan
perubahan gelombang T serta mengatur detak jantung. Penggunaan aromaterapi
semacam ini di unit perawatan koroner. Oleh karena itu, aromaterapi inhalasi
lemon disarankan (M. Rambod, dkk 2020).
C. KONSEP LEMON
1.
Definisi
Jeruk lemon (Citrus limon) merupakan
salah satu famili dari tanaman jeruk yang dikenal dengan nama citrun, buahnya
berbentuk lonjong, bulat dengan diameter 5 -7 cm atau lebih ada tonjolan
pada ujungnya, tidak berbji kalau ada biasanya satu atau dua, warna kulit
pada buah yang telah matang berwarna kuning cerah, rasanya asam, sepet, sedikit
manis. Lemon lebih populer dalam industri kuliner karena memiliki aroma citrus
yang segar dan bagian yang digunakan air perasan dan kulitnya. Dibalik rasanya
yang asam jeruk lemon (Citrus limon) merupakan
tanaman yang sangat bermanfaat bagi kesehatan maupun untuk kecantikan.
Dibalik rasanya yang asam
jeruk lemon (Citrus limon) merupakan
tanaman yang sangat bermanfaat bagi kesehatan maupun untuk kecantikan.
2. Kandungan
3.
Manfaat
Air perasan buah lemon
sangat bermanfaat sebagai anti bakteri dan sebagai antioksidan, karena
mengandung vitamin C. Kadungan asam
sitrat yang mampu menurunkan pH sel bakteri sehingga mampu menghambat aktivitas
sel bakteri ( Berti, 2015).
Menurut The World's
Healthiest Foods, vitamin C membantu mencegah infeksi penyakit di dalam tubuh
seperti :
a. Memperlancar
pencernaan, dengan cara mengkonsumsi air lemon hangat sangat baik dalam membersihkan liver.
Kandungan dalam lemon dapat meningkatkan gerakan peristaltik di perut dan
membantu buang air besar secara teratur, dan baik diminum setelah makan siang
dan makan malam.
b. Merawat
kesehatan mulut seperti perawatan gigi sehingga membuat nafas segar, sebagai
pemutih gigi yaitu dengan mencampurkan jus lemon dengan sedikit baking soda,
dan jangan terlalu sering menggunakannya karena kandungan asam pada perasan
lemon bisa berpotensi merusak email gigi.
c. Dapat
untuk mendetoks tubuh dari racun- racun yang selama ini tersisa dalam tubuh
sehingga tubuh menjadi segar.
d. Dapat
sebagai penurun berat badan karena lemon
mengandung pektin membuat perut terasa lebih kenyang sekaligus untuk
menghidrasi tubuh.
e. Mengatasi
Jerawat, dengan cara diiris menjadi beberapa bagian lalu gunakan untuk
menggosok wajah di bagian yang timbul jerawatnya. Diamkan selama kurang lebih
10 menit lalu bilas dengan air dingin. Ulangi selama beberapa hari agar jerawat
bisa segera hilang.
f. Mencegah
Kanker, karena dalam lemon terkandung 22 senyawa anti kanker seperti halnya
limonin yang dikenal ampuh dalam memperlambat pertumbuhan tumor, kanker, juga
mengandung flavonol glikosida dapat untuk menghentikan pembelahan sel kanker.
g. Meningkatkan
produksi sel darah putih, dengan membuat infus water lemon yang mengandung
vitamin C yang cukup tinggi di dalamnya, untuk meningkatkan produksi sel darah
putih dan baik untuk menjaga kekebalan
tubuh dalam menjalankan fungsinya.
h. Memiliki
kandungan yang bersifat anti bakteri, dapat mematikan bakteri serta virus
dengan sifat asamnya, dengan cara mengkonsumsi jus lemon saat sedang sakit tenggorokan ataupun
sakit perut. Sifat anti bakteri akan membunuh virus dan bakteri penyebab
penyakit tenggorokan.
i. Menghindari
masalah tekanan darah, dengan mengkonsumsi secara teratur dan mampu mengurangi
tekanan darah seperti mual, pusing dapat menyegarkan tubuh serta untuk mengurangi depresi.
j. Mengatasi
kemunculan stretch marks yang merupakan guratan dengan warna putih yang
terkadang juga berwarna agak kemerahan yang muncul di beberapa bagian tubuh.
Gejala ini bisa diatasi dengan sifat asam dari buah lemon dan dapat
mengelupaskan sel kulit yang telah mati
dan memproduksi sel kulit baru yang lebih sehat
k. Meremajakan
kulit dan memperlambat munculnya tanda-tanda penuaan seperti keriput, garis
halus dan tanda penuaan dini lainnya.
l. Mengatasi
komedo karena mengandung sitrat, bagus untuk mengurangi produksi minyak
berlebih yang menyebabkan kemunculan komedo hitam dan komedo putih.
m. Dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga membentuk kolagen yang dapat untuk
memperbaiki jaringan kulit serta persendian tulang
n. Dapat
meredakan batuk, pilek, mengobati flu dengan cara mencampurkan perasan jeruk
lemon secukupnya ke dalam air hangat setiap hari sebelum makan.
o. Dapat
mengatasi kulit kering pada tumit dan lutut dengan cara mengoleskan beberapa
irisan lemon pada daerah kulit yang kering dan biarkan sampai cairan kering .
Terlalu sering mengkonsumsi jeuk lemon
dapat mengakibatkan :
a. Air
lemon pada umumnya sangat aman untuk diminum, namun, asam pada lemon dapat
merusak email gigi secara perlahan, yang dapat membuat gigi rentan berlubang
apabila dikonsumsi setiap hari.
b. Minumlah
air lemon menggunakan sedotan bila memungkinkan, untuk menghindari kontak
dengan gigi.
c. Jika
meminum air lemon saat sarapan pagi, sebaiknya menggosok gigi terlebih dahulu.
4.
Pengaplikasian
Aromaterapi Inhalasi Lemon Untuk Perawatan Pasien Dengan IMA Cara
pengaplikasian aromaterapi inhalasi lemon
a. Hirup
atau inhalasi
Aromaterapi merupakan alat bantu yang
berkhasiat untuk menyalurkan zat-zat yang dihasilkan oleh minyak esensial
secara langsung. Zat-zat yang dihasilkan dapat berupa tetes uap yang halus,
serta uap yang terhirup melalui hidung dan akan tertelan lewat mulut. Caranya
adalah teteskan minyak essensial lemon ke kapas kemudian masukkan ke dalam
kotak terbuka padajarak 20 cm dari pasien. Karena minyak essensial lemon yang
disiapkan menyebarkan bau setidaknya selama 2 jam.
b. Steaming
Steaming adalah salah satu cara alami
untuk mendapatkan uap aromatis melalui penguapan air panas. Cara pemberian
aromaterapi berikan 3-5 tetes minyak esensial dalam 250 ml air panas kemudian
tutup kepala dan mangkuk handuk sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit
hingga uap panas mengenai muka.
D. TERAPI IMA
Penatalaksanaan infark
miokard akut (acute myocardial infarct) harus dilakukan secepat mungkin dengan
prinsip kegawatdaruratan. Penatalaksanaan infark miokard akut (IMA) terdiri
dari terapi awal dan terapi reperfusi.
1. TERAPI
AWAL
Tata laksana awal IMA mengikuti alur tata
laksana acute coronary syndrome atau sindrom koroner akut. Penanganan didahului
pemeriksaan awal dan anamnesis yang mengarah kepada angina pektoralis tipikal.
a. Oksigen
Suplementasi oksigen juga
perlu diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <94%, yaitu sebanyak 4
liter/menit.
b. Aspirin
Bila kecurigaan adanya
infark kuat, maka pasien perlu segera mendapatkan tablet kunyah aspirin 160−325
mg peroral, sebagai agen antitrombotik.
c. Nitrogliserin
Penanganan angina dapat
dilakukan dengan pemberian nitrogliserin bila keadaan pasien memungkinkan,
yaitu hemodinamik stabil, tidak ada kecurigaan infark ventrikel kanan, dan
tidak ada riwayat mengonsumsi obat disfungsi ereksi seperti sildenafil.
Nitrogliserin dapat
diberikan secara sublingual maupun spray buccal, dengan dosis 0,3−0,5 mg setiap
pemberian. Bila gejala tidak berkurang setelah 3 kali pemberian dengan jarak 5
menit, nitrogliserin dapat diberikan melalui intravena dengan dosis awal 5−10 µg/menit
dan dosis titrasi naik sebanyak 10 µg/menit setiap 3−5 menit.
Nitrogliserin diberikan
sampai gejala angina berkurang, tekanan darah sistolik turun hingga <90
mmHg, atau dosis mencapai 200 µg/menit.
d. Morfin
Bila nyeri tidak
berkurang dengan nitrogliserin atau pada pasien yang tidak memungkinkan dengan
pemberian nitrogliserin, maka nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgesik
opioid berupa morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2–4 mg, dan dapat diulangi
5–15 menit kemudian bila nyeri tidak berkurang. Dosis maksimal adalah pemberian
total 20 mg.
Pemberian morfin perlu
dilakukan dengan pemantauan hemodinamik, karena morfin dapat menyebabkan
konstriksi vena, bradikardi, hingga blok jantung.
2. Terapi
reperfusi
Tujuan penanganan IMA
adalah untuk mengembalikan perfusi arteria coroner sesegera mungkin. Pada kasus
NSTEMI, terapi reperfusi dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko.
Sedangkan pada kasus STEMI dengan onset ≤12 jam, terapi reperfusi secara
mekanik atau farmakologis harus dilakukan secepatnya.
Berdasarkan onset gejala,
terapi reperfusi dilakukan pada keadaan IMA sebagai berikut:
· <12
jam setelah onset: terapi reperfusi farmakologis maupun mekanik dilakukan pada
seluruh pasien dengan gejala disertai gambaran elevasi segmen ST dan left
bundle branch block(LBBB) baru yang persisten
· >12
jam setelah onset dan masih berlangsung proses iskemik: diutamakan untuk
dilakukan primarypercutaneous coronary intervention (pPCI)
· 12–24
jam setelah onset: PCI dapat dipertimbangkan untuk pasien yang kondisinya
stabil
· >24
jam: tidak dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi
fibrinolisis
a. Primary
percutaneous coronary intervention (Ppci)
pPCI merupakan pilihan
utama dalam terapi reperfusi daripada menggunakan agen fibrinolisis, karena
risiko perdarahan akibat fibrinolisis dapat dihindari. pPCI diutamakan
dilakukan <90 menit setelah pasien kontak dengan petugas kesehatan. Indikasi
Tindakan pPCI lainnya adalah pada pasien dengan gagal jantung akut berat atau
syok kardiogenik, kecuali pada kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan
prosedur PCI.
Diutamakan pemasangan
stent pada semua kasus daripada hanya angioplasti dengan balon. Penggunaan
rutin intra aortic balloon pump (IABP) selain pada syok kardiogenik tidak
direkomendasikan. Tindakan pPCI hanya terbatas pada pembuluh darah yang
memiliki lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang
menetap setelah PCI.
Akses melalui radial
diutamakan dibandingkan melalui femoral, dan harus dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Aspirasi trombus diutamakan secara rutin dilakukan, sedangkan
penggunaan rutin alat proteksi distal tidak direkomendasikan.
Uji klinis terbaru juga
telah membandingkan efektivitas monoterapi ticagrelor dan dual therapy
ticagrelor bersama aspirin untuk pasien berisiko tinggi perdarahan yang
menjalani PCI.
b. Fibrinolysis
Terapi reperfusi dengan
fibrinolisis adalah memberikan agen farmakologis yang bertujuan melisiskan
trombus. Fibrinolisis sangat penting terutama bila tidak terdapat fasilitas
untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk memberikan terapi
fibrinolisis saat pra rumah sakit, tetapi hal ini tidak umum dilakukan.
Fibrinolisis dianjurkan
dilakukan dalam <12 jam setelah onset gejala, dan jika pPCI tidak dapat
dilakukan dalam 90 menit sejak pasien tiba di IGD. Fibrinolisis dilakukan
dengan target 30 menit sejak pasien tiba di IGD.
Fibrinolisis hanya dapat
dilakukan bila tidak ada kontraindikasi absolut, yaitu riwayat perdarahan
intrakranial, stroke iskemik dalam 6 bulan terakhir, aneurisma serebrovaskular,
tumor intrakranial, trauma kepala dalam 3 bulan terakhir, diseksi aorta,
perdarahan gastrointestinal dalam 1 bulan terakhir, pungsi lumbal dalam 24 jam
sebelumnya.
Sedangkan kontraindikasi
yang bersifat relatif adalah serangan iskemik transien dalam 6 bulan terakhir,
telah mendapat terapi antikoagulan, hamil atau postpartum 1 minggu, hipertensi
yang refrakter, penderita penyakit hati tahap lanjut, endokarditis infektif,
ulkus peptikum aktif, dan trauma akibat resusitasi.
Fibrinolisis dapat dilakukan dengan
pemberian:
1) Streptokinase:
1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml larutan dekstrosa 5% atau normal
salin, diberikan per infus intravena selama 30−60 menit
2) Tissue
plasminogen activator atau alteplase: 15 mg bolus intravena, kemudian
dilanjutkan 0,75 mg/kgBB untuk 30 menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB untuk 60
menit berikutnya.
3) Reteplase:
dosis 10 unit bolus intravena, sebanyak 2 kali dengan jarak 30 menit.
3. Terapi
antitrombotik
Terapi antitrombotik,
selain aspirin, merupakan tata laksana adjunctive untuk pasien IMA. Terapi
antitrombotik terdiri dari antiplatelet oral atau intravena, juga dapat
diberikan antikoagulan intravena.
a. Antiplatelet
Terapi antiplatelet
adjunctive, selain aspirin, dapat diberikan secara oral maupun intravena.
Sebagai terapi rumatan pada pasien IMA, antiplatelet oral biasa digunakan dalam
dual antiplatelet therapy (DAPT) atau kombinasi dua antiplatelet, yaitu aspirin
dalam dosis 81 mg (rentang 75 sampai 100 mg) dan P2Y12 receptor inhibitor
(clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel).
Terapi antiplatelet oral dapat dipilih
antara obat berikut:
1) Clopidogrel
loading dose 300–600 mg, diikuti dosis rumatan 75 mg per 24 jam
2) Ticagrelor
loading dose 180 mg, diikuti dosis rumatan 90 mg per 12 jam
3) Prasugrel
loading dose sebelum PCI 60 mg, diikuti dosis rumatan 10 mg per 24 jam
Terapi antiplatelet intravena dapat antara
obat berikut:
1) Abciximab
dosis 0,25 mg/kgBB bolus, diikuti rumatan infus 0,125 µg/kgBB/menit dalam 12–24
jam, dosis maksimal 10 µg/menit
2) Eptifibatide
dosis 180 µg/kgBB bolus, diberikan 2 kali dengan jarak 10 menit, diikuti
rumatan 2 µg/kgBB/menit selama 72–96 jam
3) Cangrelor
dosis 30 µg/kgBB bolus, diikuti rumatan 4 µg/kgBB/menit.
b. Antikoagulan
Pilihan terapi
antikoagulan adjunctive adalah salah satu dari obat di bawah ini :
1) Unfractionatedheparin,
diberikan dalam dosis 60 unit/kgBB (maksimal 4000 U) bolus intravena dan
dilanjutkan infus 12 unit/kgBB/jam (maksimal 1000 U/jam)
2) Low
molecular weightheparin seperti enoxaparin, diberikan dalam dosis inisial 30 mg
bolus intravena, dan rumatan 1 mg/kgBB secara subkutan
3) Fondaparinux
diberikan dalam dosis 2,5 mg per 24 jam secara subkutan.
4. Coronary
Artery Bupass Grafting (CABG)
Tidak banyak pasien IMA
yang membutuhkan tindakan coronary artery bypass grafting (CABG). Indikasi CABG
adalah pasien dengan kelainan anatomis arteri koroner sehingga tidak dapat
dilakukan PCI, atau pasien dengan komplikasi gangguan mekanik jantung
E. KONSEP
PERUBAHAN DALAM DUNIA KEPERAWATAN
Perubahan
pelayanan keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan dengan
perubahan, yaitu mereka melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang diubah
oleh suatu keadaan atau situasi. Di dalam lingkup
keperawatan, perawat harus mempunyai
keterampilan dalam proses perubahan, sesuatu tidak semestinya terjadi apabila masyarakat umum dan
lingkungan terus-menerus mengalami perubahan sedangkan dalam bidang keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut
tidak mengalami perubahan dalam menata kehidupan keprofesiannya.
Sehingga terjadi suatu sikap yang monoton. Konsep perubahan dalam dunia keperawatan adalah suatu cara dalam
bidang keperawatan
mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi
era kesejagatan. (Nursalam, 2016).
Menurut Nursalam tahun
2016 ada 4 skenario masa depan yang diprediksikan akan
terjadi dan harus di antisipasi dengan baik oleh profesi keperawatan Indonesia :
1.
Masyarakat
berkembang
2.
Rentang masalah
kesehatan melebar
3.
Ilmu pengetahuan
dan teknologi
4.
Tuntutan profesi
terus meningkat.
F. KONSEP LANGKAH STRATEGIS DALAM MENGHADAPI TREND ISSUE PERUBAHAN
KEPERAWATAN
Alternatif strategi perawat Indonesia dalam
menghadapi asuhan keperawatan di masa mendatang adalah “the nurse should do no
harm to your self ” (Nightingale). Pernyataan ini berarti semua tindakan
keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya risiko negatif
yang ditimbulkan. Strategi yang harus ditempuh meliputi: (1) Peningkatan
pendidikan bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3)
Pelaksanaan riset yang berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4)
Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan, dan (5)
Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).
Manajer keperawatan yang efektif akan
memanfaatkan proses manajemen untuk mencapai tujuan melalui usaha orang lain.
Dalam setiap kegiatan selalu didasarkan pada perencanaan yang matang dan juga
didasarkan pada informasi yang akurat tentang apa yang belum diselesaikan,
dengan cara apa, untuk alasan apa, siapa, dan sumber daya apa yang tersedia
dalam merencanakan kegiatan.
1. Peningkatan
Pendidikan bagi perawat “practicioners”
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat
Profesional adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan
kesempatan kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2002, semua pendidikan perawat yang ada di
rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat professional\(lulusan
DIII keperawatan) dan pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat
berpendidikan Ners.
Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih
mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang sedang dilakukan.
Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan SPK ke jenjang Akademi
Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan
ke jenjang Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka menambah
jumlah lulusan perawat profesional tingkat sarjana, perlu upaya penambahan
jumlah dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu
diadakan penataan sistem regulasi pendidikan keperawatan, agar institusi
penyelenggaraan program pendidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya, Penataan
mendasar yang harus dipersiapkan dalam menghadapi tuntutan kebutuhan mencakup
hal-hal berikut:
a.
Penyusunan kompetensi sesuai dengan standar
Pendidikan Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi dan ICN (International
Council of Nursing).
b. Penyusunan kurikulum
institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang ada) terdiri atas dua tahap,
yaitu tahap program akademik dan keprofesian sebagai kurikulum institusi.
c.
Menjabarkan kurikulum institusi ke dalam Garis
Besar Program Pengajaran dan silabi (rancangan pembelajaran).
d. Mengembangkan staf
akademik terutama dalam bidang –bidang kelompok Ilmu Keperawatan Dasar,
Kelompok Ilmu Keperawatan Komunitas, dan Kelompok Ilmu Keperawatan Klinik
(anak, maternitas, medikal –bedah, dan jiwa).
e.
Jumlah dan bidang pengembangan staf akademik disesuaikan
dengan tuntutan kebutuhan pengembangan institusi.
f.
Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan,
termasuk tempat praktik klinik dan komunitas keperawatan.
g. Mengembangkan organisasi
pengelolaan di institusi pendidikan.
h. Mengembangkan sistem
pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.
Reformasi pendidikan
keperawatan bagi perawat practicioners difokuskan pada perubahan pemahaman
pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan didasarkan standar
praktik keperawatan dan etik keperawatan (Watson dan Phillips, 1999). Tujuan
peningkatan pendidikan tersebut berguna bagi perawat dalam mempersiapkan diri
sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien di
RS/Komunitas. Kepemimpinan yang profesional harus sepenuhnya disadari dan didukung
oleh peningkatan ilmu keperawatan yang kokoh dan meningkatkan kontribusi
pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
Selanjutnya para perawat
diharapkan mampu melakukan penelitian dan kajian –kajian ilmiah terhadap
masalah-masalah yang dihadapi di klinik serta masalah-masalah yang berhubungan
dengan peningkatan kualitas layanan. Di samping itu dengan pendidikan yang
tinggi, diharapkan akan memberikan Selanjutnya para perawat diharapkan mampu
melakukan penelitian dan kajian –kajian ilmiah terhadap masalah-masalah yang
dihadapi di klinik serta masalah-masalah yang berhubungan dengan peningkatan
kualitas layanan. Di samping itu dengan pendidikan yang tinggi, diharapkan akan
memberikan.
2. Pengembangan
ilmu keperawatan
Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus
dikembangkan. Prioritas utama dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah
tantangan untuk mengembangkan substansi isi ilmu melalui pengkajian yang
mendalam. Tahap kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip ilmu keperawatan dalam
praktik keperawatan profesional yang dapat dilihat pada diagram hubungan antara
ilmu, riset, dan praktik di bawah ini.
Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari
disiplin ilmu untuk dapat memberikan justifikasi dan promosi secara langsung
dalam kegiatan keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan melalui riset akan
dapat berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain dan membedakan kontribusi
keperawatan terhadap tim kesehatan lainnya.
Alternatif lain yang bisa dikembangkan adalah
dengan membentuk Komunitas Profesional Keperawatan. Kelompok ini beranggotakan
perawat dengan disiplin dan keahlian yang memadai.
Tugas Komunitas Profesional keperawatan adalah:
a.
Pengembangan metode dan sistem pemberian asuhan
keperawatan.
b. Menetapkan standar
asuhan keperawatan.
c.
Mengelola tenaga keperawatan (Kelompok
Pengampu).
d. Mengelola pelaksanaan
praktik keperawatan.
e.
Mengelola metode Pengalaman Belajar Klinik
kepada mahasiswa keperawatan.
f.
Bertanggung jawab terhadap kualitas hasil
layanan.
Ilmu Keperawatan yang menjadi prioritas
pengembangan adalah:
a.
Ilmu Keperawatan Dasar sebagai dasar pelayanan
keperawatan profesional.
b. Ilmu Keperawatan Anak
c.
Ilmu Keperawatan Maternitas.
d. Ilmu Keperawatan Medikal
–Bedah.
e.
Ilmu Keperawatan Gawat Darurat.
f.
Ilmu Keperawatan Jiwa.
g. Ilmu Keperawatan
Komunitas dan Keluarga
h. Ilmu Keperawatan
Gerontik.
i.
Ilmu Manajemen Keperawatan
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Trend
Issue Perubahan Keperawatan di Masa Depan
Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi setelah Infark Miokard Akut (IMA), salah
satunya adalah Tekanan Darah Tinggi (BP). Pasien IMA dengan hipertensi atau
tekanan darah tinggi memiliki prognosis yang buruk dan mungkin mengalami
kejadian jantung yang merugikan, seperti kematian jantung, kebutuhan untuk
revaskularisasi berulang, kecelakaan serebrovaskular iskemik, masuk kembali ke
rumah sakit, dan perkembangan penyakit jantung. Pengurangan fraksi ejeksi
ventrikel kiri juga bisa terjadi sebagai akibat dari hipertensi. Komplikasi
lain dari AMI adalah perubahan denyut jantung. Aritmia sebagai komplikasi lain
dari AMI dapat dinilai dengan perubahan pola Elektrokardiogram (EKG).
Takikardia ventrikel sangat sering terjadi dan merupakan penyebab umum kematian
pada pasien IMA. Lebih lanjut, komplikasi IMA yang paling penting dan berbahaya
termasuk iskemia miokard dan cedera yang ditunjukkan oleh gelombang T yang
terbalik dan mendatar serta elevasi atau depresi segmen ST.
Pada pasien dengan AMI, banyak faktor
yang dapat menimbulkan adanya perubahan keadaan fisik, maupun psikologis. salah
satu yang sangat berpengaruh pada keadaan psikologis pasien dengan gangguan
jantung sehingga akan dapat merubah pola koping pasien dalam menghadapi
penyakit maupun menjalani hidupnya adalah timbulnya kecemasan. Kecemasan
didefinisikan sebagai perasaan gugup, ketakutan, takut, atau khawatir di tandai
dengan gejala fisik seperti jantung berdebar, berkeringat, dan perasaan stres.
Kecemasan dapat dijadikan salah satu penilaian dalam prognostik penyakit
jantung.
Aromaterapi adalah sejenis CIH.
Berbagai jenis aromaterapi terdiri dari pijat, kosmetik, dan penciuman.
Aromaterapi penciuman mengurangi stress dan gejala depresi. Aromaterapi
penciuman dapat dilakukan dengan lavender, mawar, jeruk, bergamot, lemon, dll.
Lemon atau jeruk lemon memiliki banyak efek berharga jeruk lemon bertindak
sebagai antioksidan. Itu juga memiliki analgesik, penurun kolesterol, dan efek
antibakteri. Aromaterapi inhalasi lemon dapat menurunkan mual dan muntah selama
kehamilan. Selain itu, beberapa peneliti melaporkan bahwa minyak atsiri jeruk
lemon memiliki efek anti-stres. Peneliti lain mengungkapkan bahwa ia
memilikbnb i efek ansiolitik , obat
penenang, dan antidepresan pada tikus. Ini juga menunjukkan efek ansiolitik
pada dosis sedang pada tikus. Selain itu, mungkin mengatur BP dan mencegah kerusakan
oksidatif dan kematian sel. Beberapa dari efek berharga ini, seperti efek
ansiolitik, regulasi tekanan darah, dan pencegahan kerusakan sel, mungkin
efektif pada pasien IMA.
Dari hasil diskusi
kelompok mengingat bahwa efek jeruk lemon yang
sangat besar seperti pemberian aromaterapi inhalasi lemon mampu menjadi salah
satu alternatif solusi yang dapat menurunkan tekanan darah, perubahan
elektrokardiogram, dan kecemasan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).
B. Langkah strategis
dalam menghadapi Trend issue perubahan keperawatan di masa depan
1.
Terapi
Awal
Tata
laksana awal IMA mengikuti alur tata laksana acute coronary syndrome atau
sindrom koroner akut. Penanganan didahului pemeriksaan awal dan anamnesis yang
mengarah kepada angina pektoralis tipikal.
a. Aspirin
Bila kecurigaan adanya
infark kuat, maka pasien perlu segera mendapatkan tablet kunyah aspirin 160−325
mg peroral, sebagai agen antitrombotik.
b. Oksigen
Suplementasi oksigen juga
perlu diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <94%, yaitu sebanyak 4
liter/menit.
c. Nitrogliserin
Penanganan angina dapat
dilakukan dengan pemberian nitrogliserin bila keadaan pasien memungkinkan,
yaitu hemodinamik stabil, tidak ada kecurigaan infark ventrikel kanan, dan
tidak ada riwayat mengonsumsi obat disfungsi ereksi seperti sildenafil.
Nitrogliserin dapat diberikan secara sublingual maupun spray buccal, dengan
dosis 0,3−0,5 mg setiap pemberian. Bila gejala tidak berkurang setelah 3 kali
pemberian dengan jarak 5 menit, nitrogliserin dapat diberikan melalui intravena
dengan dosis awal 5−10 µg/menit dan dosis titrasi naik sebanyak 10 µg/menit
setiap 3−5 menit. Nitrogliserin diberikan sampai gejala angina berkurang,
tekanan darah sistolik turun hingga <90 mmHg, atau dosis mencapai 200
µg/menit.
d. Morfin
Bila nyeri tidak
berkurang dengan nitrogliserin atau pada pasien yang tidak memungkinkan dengan
pemberian nitrogliserin, maka nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgesik
opioid berupa morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2–4 mg, dan dapat diulangi
5–15 menit kemudian bila nyeri tidak berkurang. Dosis maksimal adalah pemberian
total 20 mg. Pemberian morfin perlu dilakukan dengan pemantauan hemodinamik,
karena morfin dapat menyebabkan konstriksi vena, bradikardi, hingga blok
jantung.
2.
Mulai
dari hal - hal kecil
Pencegahan
dan pengendalian penyakit infark miokard dapat dilakukan melalui program
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, seperti CERDIK yaitu :
a. Cek
kesehatan secara berkala
b. Enyahkan
asap rokok
c. Rajin
aktivitas fisik
d. Diet
sehat dengan kalori seimbang
e. Istirahat
cukup
f. Kelola
stress
g. Periksa kesehatan secara rutin dan
ikuti anjuran dokter
h. Atasi penyakit dengan pengobatan
yang tepat dan teratur
i. Tetap diet dengan gizi seimbang
j. Upayakan aktivitas fisik dengan
aman
k. Hindari asap rokok, alkohol, dan
zat karsinogenik lainnya
3. Mulai melakukan
sekarang dalam waktu singkat
a. Periksa
kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
b. Pemeriksaan penunjang segera yang
dibutuhkan dalam penegakan diagnosis, seperti EKG dan pemeriksaan biomarker jantung
c. Atasi
penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
d. Tujuan terapi awal dan kepentingan
dari tata laksana lanjutan seperti tindakan reperfusi baik farmakologis maupun
mekanik
e. Tetap
diet dengan gizi seimbang
f. Kebutuhan rujukan ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas primary percutaneous coronary intervention (pPCI)
g. Upayakan
aktivitas fisik dengan aman
h. Hindari
asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya
4. Penatalaksanaan Medis pada IMA
Penatalaksanaan
infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus dilakukan secepat mungkin
dengan prinsip kegawatdaruratan. Penatalaksanaan infark miokard akut (IMA)
terdiri dari terapi awal dan terapi reperfusi.
1. Terapi
Awal
Tata
laksana awal IMA mengikuti alur tata laksana acute coronary syndrome atau
sindrom koroner akut. Penanganan didahului pemeriksaan awal dan anamnesis yang
mengarah kepada angina pektoralis tipikal.
a.
Aspirin
Bila kecurigaan adanya
infark kuat, maka pasien perlu segera mendapatkan tablet kunyah aspirin 160−325
mg peroral, sebagai agen antitrombotik.
b. Oksigen
Suplementasi oksigen juga
perlu diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <94%, yaitu sebanyak 4
liter/menit.
c. Nitrogliserin
Penanganan angina dapat
dilakukan dengan pemberian nitrogliserin bila keadaan pasien memungkinkan,
yaitu hemodinamik stabil, tidak ada kecurigaan infark ventrikel kanan, dan
tidak ada riwayat mengonsumsi obat disfungsi ereksi seperti sildenafil.
Nitrogliserin dapat diberikan secara sublingual maupun spray buccal, dengan
dosis 0,3−0,5 mg setiap pemberian. Bila gejala tidak berkurang setelah 3 kali
pemberian dengan jarak 5 menit, nitrogliserin dapat diberikan melalui intravena
dengan dosis awal 5−10 µg/menit dan dosis titrasi naik sebanyak 10 µg/menit
setiap 3−5 menit. Nitrogliserin diberikan sampai gejala angina berkurang,
tekanan darah sistolik turun hingga <90 mmHg, atau dosis mencapai 200
µg/menit.
d. Morfin
Bila nyeri tidak
berkurang dengan nitrogliserin atau pada pasien yang tidak memungkinkan dengan
pemberian nitrogliserin, maka nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgesik
opioid berupa morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2–4 mg, dan dapat diulangi
5–15 menit kemudian bila nyeri tidak berkurang. Dosis maksimal adalah pemberian
total 20 mg. Pemberian morfin perlu dilakukan dengan pemantauan hemodinamik,
karena morfin dapat menyebabkan konstriksi vena, bradikardi, hingga blok
jantung.
2. Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan IMA
adalah untuk mengembalikan perfusi arteria coroner sesegera mungkin. Pada kasus
NSTEMI, terapi reperfusi dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko.
Sedangkan pada kasus STEMI dengan onset ≤12 jam, terapi reperfusi secara
mekanik atau farmakologis harus dilakukan secepatnya.
Berdasarkan onset gejala,
terapi reperfusi dilakukan pada keadaan IMA sebagai berikut:
a. <12
jam setelah onset: terapi reperfusi farmakologis maupun mekanik dilakukan pada
seluruh pasien dengan gejala disertai gambaran elevasi segmen ST dan left
bundle branch block(LBBB) baru yang persisten
b. >12
jam setelah onset dan masih berlangsung proses iskemik: diutamakan untuk
dilakukan primarypercutaneous coronary intervention (pPCI)
c. 12–24
jam setelah onset: PCI dapat dipertimbangkan untuk pasien yang kondisinya
stabil
d. >24
jam: tidak dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi
fibrinolysis.
3.
Primary
Percutaneous Coronary Intervention (pPCI)
pPCI merupakan pilihan
utama dalam terapi reperfusi daripada menggunakan agen fibrinolisis, karena
risiko perdarahan akibat fibrinolisis dapat dihindari. pPCI diutamakan
dilakukan <90 menit setelah pasien kontak dengan petugas kesehatan. Indikasi
Tindakan pPCI lainnya adalah pada pasien dengan gagal jantung akut berat atau
syok kardiogenik, kecuali pada kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan
prosedur PCI.
Diutamakan pemasangan
stent pada semua kasus daripada hanya angioplasti dengan balon. Penggunaan
rutin intra aortic balloon pump (IABP) selain pada syok kardiogenik tidak
direkomendasikan. Tindakan pPCI hanya terbatas pada pembuluh darah yang
memiliki lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang
menetap setelah PCI.
Akses melalui radial diutamakan
dibandingkan melalui femoral, dan harus dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Aspirasi trombus diutamakan secara rutin dilakukan, sedangkan
penggunaan rutin alat proteksi distal tidak direkomendasikan.
Uji klinis terbaru juga
telah membandingkan efektivitas monoterapi ticagrelor dan dual therapy
ticagrelor bersama aspirin untuk pasien berisiko tinggi perdarahan yang
menjalani PCI.
4.
Fibrinolisis
Terapi
reperfusi dengan fibrinolisis adalah memberikan agen farmakologis yang
bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting terutama bila tidak
terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk
memberikan terapi fibrinolisis saat pra rumah sakit, tetapi hal ini tidak umum
dilakukan.
Fibrinolisis
dianjurkan dilakukan dalam <12 jam setelah onset gejala, dan jika pPCI tidak
dapat dilakukan dalam 90 menit sejak pasien tiba di IGD. Fibrinolisis dilakukan
dengan target 30 menit sejak pasien tiba di IGD.
Fibrinolisis
hanya dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi absolut, yaitu riwayat
perdarahan intrakranial, stroke iskemik dalam 6 bulan terakhir, aneurisma
serebrovaskular, tumor intrakranial, trauma kepala dalam 3 bulan terakhir,
diseksi aorta, perdarahan gastrointestinal dalam 1 bulan terakhir, pungsi
lumbal dalam 24 jam sebelumnya.
Sedangkan
kontraindikasi yang bersifat relatif adalah serangan iskemik transien dalam 6
bulan terakhir, telah mendapat terapi antikoagulan, hamil atau postpartum 1
minggu, hipertensi yang refrakter, penderita penyakit hati tahap lanjut,
endokarditis infektif, ulkus peptikum aktif, dan trauma akibat resusitasi.
Fibrinolisis dapat dilakukan dengan
pemberian:
a. Streptokinase:
1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml larutan dekstrosa 5% atau normal
salin, diberikan per infus intravena selama 30−60 menit
b. Tissue
plasminogen activator atau alteplase: 15 mg bolus intravena, kemudian
dilanjutkan 0,75 mg/kgBB untuk 30 menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB untuk 60
menit berikutnya.
c. Reteplase:
dosis 10 unit bolus intravena, sebanyak 2 kali dengan jarak 30 menit.
5.
Terapi Antitrombotik
Terapi antitrombotik,
selain aspirin, merupakan tata laksana adjunctive untuk pasien IMA. Terapi
antitrombotik terdiri dari antiplatelet oral atau intravena, juga dapat
diberikan antikoagulan intravena.
6.
Antiplatelet
Terapi antiplatelet
adjunctive, selain aspirin, dapat diberikan secara oral maupun intravena.
Sebagai terapi rumatan pada pasien IMA, antiplatelet oral biasa digunakan dalam
dual antiplatelet therapy (DAPT) atau kombinasi dua antiplatelet, yaitu aspirin
dalam dosis 81 mg (rentang 75 sampai 100 mg) dan P2Y12 receptor inhibitor
(clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel).
Terapi antiplatelet oral
dapat dipilih antara obat berikut:
a. Clopidogrel
loading dose 300–600 mg, diikuti dosis rumatan 75 mg per 24 jam
b. Ticagrelor
loading dose 180 mg, diikuti dosis rumatan 90 mg per 12 jam
c. Prasugrel
loading dose sebelum PCI 60 mg, diikuti dosis rumatan 10 mg per 24 jam
Terapi antiplatelet intravena dapat antara
obat berikut:
a. Abciximab
dosis 0,25 mg/kgBB bolus, diikuti rumatan infus 0,125 µg/kgBB/menit dalam 12–24
jam, dosis maksimal 10 µg/menit
b. Eptifibatide
dosis 180 µg/kgBB bolus, diberikan 2 kali dengan jarak 10 menit, diikuti
rumatan 2 µg/kgBB/menit selama 72–96 jam
c. Cangrelor
dosis 30 µg/kgBB bolus, diikuti rumatan 4 µg/kgBB/menit[3,7,10-12]
Antikoagulan
Pilihan terapi antikoagulan adjunctive
adalah salah satu dari obat di bawah ini:
a. Unfractionatedheparin,
diberikan dalam dosis 60 unit/kgBB (maksimal 4000 U) bolus intravena dan
dilanjutkan infus 12 unit/kgBB/jam (maksimal 1000 U/jam)
b. Low
molecular weightheparin seperti enoxaparin, diberikan dalam dosis inisial 30 mg
bolus intravena, dan rumatan 1 mg/kgBB secara subkutan
c. Fondaparinux
diberikan dalam dosis 2,5 mg per 24 jam secara subkutan[3,7,10-12]
7.
Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG)
Tidak banyak pasien IMA yang membutuhkan
tindakan coronary artery bypass grafting (CABG). Indikasi CABG adalah pasien
dengan kelainan anatomis arteri koroner sehingga tidak dapat dilakukan PCI,
atau pasien dengan komplikasi gangguan mekanik jantung.
8.
Rujukan
Rujukan harus dipertimbangkan demi target
tata laksana reperfusi yang terbaik. Terapi reperfusi pada umumnya tidak dapat
dilakukan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer, sehingga harus
secepatnya dirujuk kurang dari 120 menit. Selain itu, pasien yang datang ke
rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas terapi reperfusi juga harus segera
dirujuk ke fasilitas yang memadai, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Bila
pasien didiagnosa IMA di rumah sakit yang memiliki fasilitas pPCI, maka
dilakukan pPCI dalam kurang dari 90 menit
- Bila
pasien datang ke rumah sakit tanpa pPCI, maka harus segera dirujuk ke ke rumah
sakit dengan fasilitas pPCI dalam waktu tempuh kurang dari 120 menit.
- Bila
rumah sakit dengan fasilitas pPCI membutuhkan waktu tempuh lebih dari 120
menit, maka lakukan terapi reperfusi segera dengan fibrinolisis dalam waktu
kurang dari 30 menit, lalu rujuk segera ke rumah sakit dengan fasilitas pPCI
Setelah pemberian
fibrinolisis dan rujukan ke fasilitas pPCI, bila terapi fibrinolisis sebelumnya
tidak berhasil, segera lanjutkan dengan tindakan pPCI. Bila berhasil maka
dilakukan angiografi.
C. Analisis kelompok :
konsep langkah strategis dalam menghadapi trend issue perubahan keperawatan à PICOT
A.
Analisis Jurnal
Menggunakan PICO : konsep langkah strategis dalam menghadapi trend issue
perubahan keperawatan
“Research
Question”
A. P
: Population / Patient
Siapa yang menjadi populasi
penelitian ?
B. I
: Intervention
Bagaimana intervensi yang diberikan
kepada pasien IMA untuk menurunkan tekanan darah, mempengaruhi gambar EKG dan
mengurangi kecemasan
C. C
: Comparision Intervention
Adakah faktor pembanding dalam jurnal
ini?
D. O
: Outcome
Bagaimana hasil penelitian tentang
pemberian aromatherapy lemon pada pasien IMA dijurnal ini?
Populasi |
Intervensi |
Comparison |
Outcome |
Lama penelitian |
Jurnal |
100 peserta di CCU (tiga di Rumah Sakit Faghihi, tiga di Rumah
Sakit Nemazi, dan empat di Pusat Jantung Al-Zahra). |
Pada kelompok intervensi, diberikan lima tetes minyak
esensial lemon dituangkan di atas kapas, yang dimasukkan ke dalam kotak
terbuka pada jarak 20 cm dari pasien. Karena minyak esensial lemon yang
disiapkan menyebarkan bau setidaknya selama 2 jam, esensi ini digunakan pada
8:30, 10:30, 12:30, 14:30, 16:30, 18:30, dan 20:30. |
Pada kelompok kontrol, lima tetes minyak parafin cair
dituangkan pada kapas, yang ditempatkan dalam kotak pada jarak 20 cm dari
pasien. Waktu penggunaan parafin pada kelompok kontrol serupa dengan kelompok
intervensi. Bahkan jika pasien harus menjalani prosedur, seperti angiografi,
angioplasti, dll, asisten peneliti diminta untuk meletakkan kotak terbuka
berisi kapas dengan minyak esensial lemon atau minyak parafin pada jarak 20
cm dari pasien di rumah sakit. waktu yang sama seperti yang disebutkan di |
Tekanan darah : Dari hasil
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok mengenai tekanan darah sistolik pada hari ke-2 setelah
intervensi. Namun, perbedaan yang signifikan secara statistik setelahh diamati
antara dua kelompok pada hari ke-3 dan ke-4 setelah intervensi (p
< 0,05). Hasil pengukuran berulang ANCOVA menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara kelompok intervensi mengenai tekanan darah sistolik selama
masa intervensi (p = 0,03) Denyut jantung : Hasil ANCOVA tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok mengenai denyut
jantung pada hari ke-2 dan ke-3 setelah intervensi (p > 0,05). Namun,
perbedaan yang signifikan terdeteksi antara kedua kelompok mengenai denyut
jantung pada hari ke-4 setelah intervensi (F 5,63, p 0,01) Kecemasan : Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan antara kedua kelompok mengenai kecemasan keadaan
dan sifat sebelum intervensi. Namun, perbedaan yang signifikan diamati antara
kedua kelompok mengenai kecemasan keadaan dan sifat pada hari ke-4 setelah
intervensi. Parameter EKG : - Perubahan segmen ST
: Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, 17 peserta pada kelompok intervensi
(34%) dan 23 orang pada kelompok kontrol (46%) mengalami perubahan segmen ST
sebelum intervensi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok mengenai persentase perubahan segmen ST pada
hari ke-1 dan ke-2 setelah intervensi (p > 0,05). Namun, persentase
perubahan segmen ST (elevasi ST atau depresi ST) secara signifikan lebih
rendah pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol pada hari ke-3
dan ke-4 (p < 0,001). Selain itu, tren perubahan segmen ST signifikan pada
kedua kelompok studi selama penelitian (p <0,05). - Perubahan gelombang
T : Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok mengenai perubahan gelombang T sebelum intervensi (F¼ 2.37, p ¼
0,12). Namun, perbedaan yang signifikan diamati antara kedua kelompok mengenai perubahan gelombang T pada hari
ke-2, ke-3, dan ke-4 setelah intervensi (p <0,05). Dengan demikian,
persentase rata atau gelombang T terbalik lebih rendah pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada hari ke-2, ke-3, dan
ke-4 setelah intervensi. Itu hasil uji Cochran's Q menunjukkan perubahan
gelombang T yang signifikan pada kelompok intervensi selama masa studi |
Lama pemberian intervensi 3 hari. |
The effect of lemon inhalation aromatherapy on blood
pressure, electrocardiogram changes, and anxiety in acute myocardial
infarction patients: A clinical, multi-centered, assessor-blinded trial
design |
80 pasien dengan AMI
dipilih secara acak dan berurutan dari Desember 2016 hingga Mei 2017 dan dialokasikan
ke kelompok eksperimental (40 peserta) dan plasebo (40 peserta) menggunakan
pengambilan sampel acak berlapis dengan desain blok untuk memastikan homogenitas mereka dalam
hal usia dan jenis kelamin |
Pada kelompok intervensi diberikan tiga tetes jeruk
aurantium minyak esensial aroma pada hari kedua dan ketiga mereka menginap di
CCU dan aromaterapi berlanjut hingga hari ketiga dan keempat mereka menginap.
Tiga tetes jeruk aurantium minyak esensial pada patch yang dapat diserap yang
terhubung ke bagian dalam masker oksigen pasien dan mereka diminta untuk
menghirup aromanya selama 20 menit. Aromaterapi dilakukan selama 20 menit dua kali sehari (10-11 pagi dan 6-7 malam) pada dua
hari berturut-turut, waktu dan cara pemberian aroma didasarkan pada hasil
penelitian sebelumnya |
Untuk pasien dalam kelompok
plasebo, tiga tetes minyak bunga matahari dituangkan pada patch yang dapat
diserap yang terhubung ke bagian dalam masker oksigen mereka dua kali sehari
(10-11 pagi dan 6-7 malam) pada dua hari berturut-turut, dan pasien diminta
untuk hirup aromanya selama 20 menit. |
Efek aromaterapi pada
kecemasan Pada keempat titik
waktu dalam penelitian ini (pagi dan sore hari pertama dan kedua setelah
intervensi), aromaterapi dengan
jeruk aurantium menurunkan skor kecemasan rata-rata secara signifikan pada kelompok intervensi
dibandingkan dengan kelompok plasebo (P<0,001). Efek aromaterapi pada
kelelahan Pengukuran berulang
ANOVA digunakan untuk memeriksa perubahan skor kelelahan. Mengenai signifikansi pengaruh
waktu, perubahan skor rata-rata dari setiap dimensi kelelahan dan skor total rata-rata dari lima
dimensi signifikan dari waktu ke waktu (P<0,001). Perubahan skor rata-rata
kelelahan berbeda secara signifikan antara
kedua kelompok. Dalam kelompok jeruk aurantium, dibandingkan dengan kelompok kontrol, ada
penurunan yang signifikan dalam skor kelelahan rata-rata setelah setiap
intervensi (P <0,001). |
Lama pemberian intervensi 2 hari berturut-turut |
The effects of Citrus aurantium aroma on anxiety and
fatigue in patients with Acute Myocardial Infarction: A
Two-center,randomized, controlled trial |
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
jurnal 1 :
Studi ini menunjukkan bahwa aromaterapi
inhalasi lemon mengurangi tekanan darah
sistolik, kecemasan, dan segmen ST dan perubahan gelombang T dan mengatur detak
jantung. Oleh karena itu, aromaterapi inhalasi lemon disarankan untuk digunakan
pada pasien IMA yang dirawat di CCU (Coronary Care Unit).
b. Kesimpulan
jurnal 2 :
Aromaterapi dengan minyak esensial Citrus
aurantium adalah metode yang mudah, murah dan tidak berbahaya yang mengurangi
kecemasan di antara pasien dengan IMA.
Mempertimbangkan bukti yang kredibel ini dan mengingat peran penting
perawat dalam dukungan emosional pasien IMA di CCU, perawat perawatan jantung
direkomendasikan untuk menggunakan potensi aromaterapi untuk mengurangi
kecemasan di antara pasien mereka.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infark
miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis
miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Pada dunia keperawatan terdapat
perkembangan perawatan untuk pasien IMA, salahsatunya adalah aromaterapi
inhalasi lemon yang dapat digunakan pada terapi non farmakologis. Alternatif solusi untuk terapi hospital dapat
menggunakan aromaterapi inhalasi lemon. Lemon sendiri merupakan salah satu buah
yang mudah diperoleh dan dibeli di lingkungan sekitar kita. Aromaterapi
inhalasi lemon dapat mmenurunkan kecemasan keadaan dan sifat pada pasien IMA.
Demikian pula, ditunjukkan bahwa sari lemon mengurangi kecemasan dan rasa
sakit. Aromaterapi inhalasi lemon pada pasien IMA mengurangi tekanan darah
sistolik, kecemasan dan presentase segmen ST dan perubahan gelombang T serta
mengatur detak jantung. Penggunaan aromaterapi semacam ini di unit perawatan
koroner. Oleh karena itu, aromaterapi inhalasi lemon disarankan.
Perkembangan trend
issue keperawatan di masyarakat dapat dijadikan pedoman sehingga menciptakan
kemandirian dalam terapi
non farmakologis pasien IMA di rumah. Di masa depan trend issue keperawatan yang
positif dapat mengembangkan intelektual dan ketrampilan masyarakat.
Trend issue aromaterapi
inhalasi lemon memberi efek yang sangat besar seperti mampu menjadi salah satu
alternatif solusi yang dapat menurunkan tekanan darah, perubahan
elektrokardiogram, dan kecemasan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).
Studi
ini menunjukkan bahwa aromaterapi inhalasi lemon mengurangi tekanan darah sistolik, kecemasan, dan segmen ST dan
perubahan gelombang T dan mengatur detak jantung. Oleh karena itu, aromaterapi
inhalasi lemon disarankan untuk digunakan pada pasien IMA yang dirawat di CCU
(Coronary Care Unit).
Aromaterapi
dengan minyak esensial Citrus aurantium adalah metode yang mudah, murah dan
tidak berbahaya yang mengurangi kecemasan di antara pasien dengan IMA. Mempertimbangkan bukti yang kredibel ini dan
mengingat peran penting perawat dalam dukungan emosional pasien IMA di CCU,
perawat perawatan jantung direkomendasikan untuk menggunakan potensi
aromaterapi untuk mengurangi kecemasan di antara pasien mereka.
B. Saran
1. Masyarakat
Diharapkan masyarakat
mampu memanfaatkan perkembangan trend issue keperawatan dengan bijaksana, dapat
digunakan untuk menolong orang lain atau sekedar membagikan ilmu keperawatan.
2. Tenaga
medis
Diharapkan dapat menjadi acuan dan evidence based practice
dalam intervensi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriana, D. S. (2018). PENERAPAN
MOBILISASI DINI PADA PASIEN PASCA INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RSUD WATES YOGYAKARTA (Doctoral dissertation,
poltekkes kemenkes yogyakarta).
Widyastuti, A. (2019). STUDI PENGGUNAAN AMLODIPIN PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) (Penelitian dilakukan di RSUD Sidoarjo) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS IMA
A. Anatomi
Fisiologi Jantung
Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi
Putri & Wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 Secara
fisiologis, jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya
di bandingkan dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila
fungsi jantung mengalami gangguan amat besar pengaruhnya terhadap organ-organ
tubuh lainnya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama jantung adalah
sebagai single pompa yang memompakan darah keseluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme
sel-sel demi kelangsungan hidup.
Berikut adalah uraian dengan beberapa sub-topik anatomi fisiologi jantung
di bawah ini:
a.
Ukuran, posisi atau letak jantung
Jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran panjang kira-kira 12cm dan lebar sekitar 9cm, jantung terletak antara tulang sternum, tepatmya di bawah tulang mediasternum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma, bagian atas jantung terletak di bawah sternal notch 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke 5 atau tepatnya di bawah puting susu.
b.
Ruang jantung
Jantung kita di bagi menjadi 2 bagian ruang yaitu Atrium (serambi) dan ventrikel
(bilik).Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkn dengan otot
ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu atrium kanan dan atrium
kiri. Demikian halnya dengan ruang ventrikel, di bagi menjadi 2 yaitu ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Jadi kita boleh mengatakan kalau jantung dibagi
menjadi 2 yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan dan ventrikel kanan) dan
jantung kiri (atrium kiri dan ventrikel kiri). Kedua atrium memiliki bagian
luar organ masing-masing yaitu auricle. Dimanan kedua atrium dihubungkan dengan
satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua atrium memiliki
kelebihan volume.
c.
Lapisan otot jantung
Syaifuddin
(2012) di dalam buku anatomi fisiologi lapisan otot jantung terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
1)
Perikardium, Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak
di
mediastinum minus, terletak di belakang korpus streni dan rawan iga II-VI.
2)
Perikardium fibrosum (visual): Bagian kantong yang membatasi pergerakan
jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh
darah besar, melekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
3)
Perikardium serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian: Perikardium
parietalis membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan
perikardium viseral (kavitas perikardialis) yang mangandung sedikit cairan yang
berfungsi melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
d.
Miokardium
Lapisan
otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri
koranaria kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan,
permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke
sinus kemudian bersirkulasi langsung ke dalam paru.
Susunan
miokardium :
1)
Susunan otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya
disusun dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut Iuar ini
paling nyata di bagian depan atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum
atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri dari serabut-serabut berbentuk
lingkaran.
2)
Susunan otot ventrikuler: Membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
3)
Susunan otot atrioventrikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan
bilik (atrium dan ventrikel).
e.
Endokardium (permukaan dalam jantung).
Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang mengilat, terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian
depan sinus vena kava.
f.
Katup jantung
Nazmah A (2012) mengatakan di dalam buku panduan belajar membaca
Elektrokardiografi. Katup jantung adalah pintu penghubung antara kedua atrium
dengan kedua ventrikel dan kedua ventrikel dengan kedua cabang sirkulasinya.
Dimana katup jantung ini berfungsi mencegah aliran darah agar tidak balik ke
ruang jantung yang mempunyai tekanan lebih rendah. Ada 4 katup jantung yang
harus kita ketahui adalah sebagai berikut :
1)
Katup trikuspid, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan
ventrikel kanan. Katup triskupid ini mempunyai 3 daun katup.
2)
Katup pulmonal, yaitu katup yang menghubungkan ventrikel kanan dengan
sirkulasi pulmonal. Katup pulmonal juga memiliki 3 daun katup.
3)
Katup Mitral, yaitu katup Yang menghubungkan antara atrium kiri dengan
ventrikel kiri. Katup mitral mempunyai 2 daun katup, makanya sering disebut
dengan katup bicuspid.
4)
Katup Aorta, yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan
sirkulasi sistemik. Katup aorta juga memiliki 3 daun katup.
Katup yang menghubungkan kedua atrium dengan kedua ventrikel dinamakan
katup atrioventrikular (katup mitral/biskupid dan katup trikuspid), sedangkan
katup yang menghubungkan antara kedua ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan
pulmonal dinamakan katup semilunar (katup aorta dan katup pulmonal).
g.
Pembuluh darah besar jantung
Putri & wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah ada
beberapa pembuluh darah besar yaitu:
1)
Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
atas diafragma ke atrium kanan.
2)
Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan
3)
Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4)
Pulmonary trunk, yaitu pemuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5)
Arteri pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru
6)
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7)
Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ
tubuh bagian atas.
8)
Dessending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
h.
Arteri koroner
Arteri koroner berasal dari bagian proksimal aorta (cabang pertama aorta)
sebagai arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Pembuluh ini tepat
terletak tepat di sebelah dalam terhadap epikardium pada permukaan jantung.
Jantung menerima dua perdarahan yaitu epikardium dan miokardium di perdarahi
oleh arteri koronaria dan cabang-cabangnya, sedangkan endokardium menerima O2
dan nutrien dari kontak langsung dengan darah di dalam ruang jantung.
i.
Siklus jantung
Nazmah A, (2012) di dalam buku panduan belajar membaca EKG Secara garis
besar siklus jantung terdiri dari dua 2 komponen yaitu sistolik atau kontraksi
dan diastolic atau relaksasi. Atau sering kita mendengarnya dengan sebutan Lub=
Sistolik dan Dup= Diastolic. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa
untuk mempermudah mempelajari siklus jantung, jantung di bagi menjadi dua bagian
yaitu jantung bagian kanan (Atrium dan Ventrikel Kanan) serta jantung bagian
kiri (Atrium dan Ventrikel Kiri).
Dimana atrium kanan menerima darah yang
miskin oksigen dari vena kava superior, vena kava inferior dan sinus
koronarius. Dari atrium kanan darah akan dialirkan ke ventrikel kanan melalui
katup trikuspidalis. Dari ventrikel kanan darah akan dipompakan ke 4 pulmonary
arteri melalui katup pulmonal ke paru-paru kiri dan kanan untuk di
oksigenisasi.
Setelah darah di oksigenisasi di
paru-paru, selanjutnya darah akan diteruskan ke atrium kiri melalui 4 vena
pulmonalis. Dari atrium kiri darah akan dialirkan ke ventrikel kiri melalui
katup biskupid atau katup mitral. Kemudian dari ventrikel kiri, melalui katup
aorta darah dipompakan ke seluruh organ tubuh termasuk ke jantung itu sendiri
kernudian setelah darah yang kaya akan oksigen dipakai maka darah akan
dikembalikan lagi ke atrium kanan (Nazmah Abu, 2012).
B.
Definisi
Menurut Brunner & Sudarth, 2012 infark miokardium
mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Sedangkan pengertian menurut Suyono, 2014 infark
miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis
miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Sindrom
koroner akut (acute
coronary syndrome, ACS) meliputi kondisi seperti infark
miokardium akut (acute myocardial infraction,
AMI), perubahan gelombang ST diagnostic
pada EKG, dan angina
tidak stabil. Miokardium infark yang
juga dikenal sebagai serangan jantung, thrombosis koroner, atau sumbatan
koroner, merupakan sumbatan yang tiba-tiba pada salah satu
arteri koroner. Jika
sumbatan terjadi pada
area yang kecil, nekrosis jaringan
parut dan selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan terjadi (Rampengan, 2015)
C.
Klasifikasi
IMA
Ada dua jenis infark
miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan penampakan
klinis yang cukup berbeda. (Nursalam, 2017)
1. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding
ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak
yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2. Infark Subendokardial
Terbatas
pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang
secara normal mengalami penurunan perfusi.
D.
Etiologi
IMA
Suplai oksigen ke miocard
berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor menurut Kasuari (2012) :
a. Faktor
pembuluh darah :
a. Aterosklerosis
b. Spasme
c. Arteritis
b. Faktor
sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosos
aurta
c. Insufisiensi
c. Faktor
darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
d. Curah
jantung yang meningkat :
a. Aktifitas
berlebihan
b. Emosi
c. Hypertiroidisme
e. Kebutuhan
oksigen miocard meningkat pada :
a. Kerusakan
miocard
b. Hypertropimiocard
c. Hypertensi
diastolic
Faktor predisposisi, menurut Robbins
(2017) :
a. Faktor
resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia
lebih dari 40 tahun
b. Jenis
kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras
: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor
resiko yang dapat diubah :
a. Mayor
:
1) Hiperlipidemia
2) Hipertensi
3) Merokok
4) Diabetes
5) Obesitas
6) Diet
tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
1) Inaktifitas
fisik
2) Pola
kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
E.
|































































F.
Manifestasi
Klinis IMA
Tanda dan gejala IMA (Infark Miokard Akut)
menurut Robbins 2017, adalah :
1. Nyeri
dada seperti diremas-remas atau tertekan.
2. Nyeri
dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris
biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
3. Bunyi
jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
4. Krepitasi
basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
5. Takikardi
6. Sesak
napas
7. Kulit
yang pucat
8. Pingsan
9. Hipotensi
G.
Pemeriksaan
Diagnostik IMA
Menurut Majid (2016)
pemeriksaan penunjang untuk penyakit IMA dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu :
1. EKG
: Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis,
menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
2. Laboratorium
a. Enzim
Jantung: CKMB, LDH,
b. Elektrolit:
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
c. Sel
darah putih: Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
d. Kecepatan
sedimentasi: Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
e. GDA:
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
f. Kolesterol atau Trigliserida serum: Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
3. Foto
dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
a. Pemeriksaan
pencitraan nuklir
1) Talium
: mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia misal lokasi
atau luasnya IMA
2) Technetium
: terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
b. Pencitraan
darah jantung (MUGA): Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum,
gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
c. Angiografi
koroner: Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI
kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
d. Digital
subtraksion angiografi (PSA) Nuklear Magnetic Resonance (NMR): Memungkinkan
visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
e. Tes
stress olah raga: Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau
sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
H.
Komplikasi
IMA
1) Aritmia
Beberapa bentuk
aritmia mungkin timbul
pada IMA. Hal
ini disebabkan perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat
iskemia pada tempat infark atau
pada daerah perbatasan
yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung
kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu. (Suddarth, 2014)
2) AV
Blok
Blok
jantung bukan penyakit
pada jantung, tetapi
dihubungkan dengan berbagai jenis penyakit jantung, khususnya penyakit
arteri koroner dan penyakit jantung
reumatik. Pada blok jantung
atrioventrikuler (AV), kontraksi jantung
lemah dan tidak memiliki
dorongan yang cukup untuk mengirim darah
dari atrium ke
ventrikel. Denyut nadi
dapat rendah, mencapai 30 kali
per menit. (Suddarth, 2014)
3) Gagal
jantung
Pada
IMA, heart failure
maupun gagal jantung
kongestif dapat timbul sebagai
akibat kerusakan ventrikel
kiri, ventrikel kanan
atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penurunan cardiac output pada
pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang.
Peningkatan resistensi perifer
sebagai kompensasi menyebabkan
beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal
jantung ini ialah syok kardiogenik. (Suddarth, 2014)
4) Emboli/tromboemboli
Emboli paru pada IMA: adanya gagal
jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan
merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi
emboli paru dan
mengakibatkan kemunduran hemodinamik.
Embolisasi sistemik akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada
permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel kiri. (Suddarth,
2014)
5) Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin
terjadi pada IMA dan menyebabkan
kemunduran hemodinamik. Ruptura
biasanya pada batas antara zona infark dan normal. Ruptura
yang komplit (pada free wall) menyebabkan
perdarahan cepat ke dalam cavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat
timbulnya. (Suddarth, 2014)
I.
Penatalaksanaan
IMA
Menurut Majid (2016)
penatalaksanaan IMA ada 2 yaitu pengobatan iskemia dan pengobatan untuk mencegah komplikasi :
1. Pengobatan
iskemia dan infark
a. Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi; vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer, akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.
b. Propranol
(inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik,
menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh
susunan saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh ini disalurkan melalui
reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut dan daya kotraksi
jantung . Proprenol menghambat pengaruh-pengarug ini, dengan demikian dapat
mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
c. Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang
menyertai gagal jantung dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan
meningkatnya curah sekuncup. Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka
ukuran ventrikel berkurang. Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat
meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal
jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.
d. Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik
vena ke jantung, dan dengan demikian mengurangi ukuran dan volume ventrikel.
Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan resistensi
arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir menurun/berkurang.
Sedativ dan antidepresan juga dapat mengurangi angina yang ditimbulkan oleh
stres atau depressi.
2. Pengobatan
untuk mencegah komplikasi
a. Deteksi
dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua kategori
komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau aritmia
dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan
elektrokardiografi.
b. Prinsip-prisip
penanganan aritmia :
1) Mengurangi
takikardi dengan perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-abat anti aritmia.
antara lain ; isoproterenal (isuprel)
2) Escopa
beats, akibat kegagalan nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk
mempercepat pulihnya pacu jantung normal, yaitu nodus sinus, seperti :
lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
3) Terapi
dari blok jantung ditujukan untuk memulihkan atau merangsang hantaran normal.
Diperlukan obat-obat yang mempercepat hantaran dan denyut jantung, antara lain
: atropin, atau isoproterenal (isuprel) atau dengan pacu listrik (pace maker).
J.
Diagnosa
Keperawatan
1. Penurunan
curah jantung b.d perubahan afterload d.d tekanan darah meningkat, nadi perifer
teraba lemah, CRT > 3 detik, oliguria, dan warna kulit pucat.
2. Nyeri
akut b.d agen pencedera fisiologid d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
pola napas berubah.
3. Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, merasa lemah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat.
4. Resiko
ketidakseimbangan cairan d.d asupan cairan eningkat, keluaran urine meningkat,
kelmebapan membrane mukosa meningkat, edema menurun, tekanan darah membaik,
turgor kulit membaik.
5. Ansietas
b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, merasakhawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang.
6. Gangguan
pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi d.d dipnea, takikardia,
diaphoresis, gelisah, nafas cuping hidung, bunyi napas tambahan.
7. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar inforasdi d.d menanyakan masalah yang dihadapi, menujukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran, menunjukkkan perilaku yang berlebihan.
K.
Intervensi
Keperawatan
NO |
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
SLKI |
SIKI |
1 |
Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload d.d tekanan darah
meningkat, nadi perifer teraba lemah, CRT > 3 detik, oliguria, dan warna
kulit pucat. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah jantung
meningkat
dengan Kriteria Hasil : 1.
Kekuatan nadi perifer meningkat 2.
Pucat/sianosis menurun 3.
Dyspnea menurun 4.
Tekanan darah membaik |
Perawatan Jantung Observasi : 1.
Identifikasi tanda / gejala primer penurunan
curah jantung. 2.
Identifikasi tanda / gejala sekunder penurunan
curah jantung. 3.
Monitor tekanan darah. 4.
Monitor intake dan output cairan. 5.
Monitor saturasi oksigen. 6.
Monitor keluhan nyeri dada. 7.
Monitor EKG 12 sandapan. Terapeutik : 8.
Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman. 9.
Berikan diet jantung yang sesuai. 10. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat. 11. Berikan terapi
relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu. 12. Berikan dukungan
emosional dan spiritual. 13. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%. Edukasi : 14.
Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi. 15.
Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap. 16.
Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan. 17.
Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian. |
2 |
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisiologid d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola napas
berubah. |
Setelah dilakukan
Tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan Kriteria Hasil : 1.
Skala nyeri
menurun. 2.
Keluhan
nyeri menurun. 3.
Gelisah
menurun. 4.
Kesulitan tidur menurun. 5.
Sikap protektif menurun |
Observasi : 1.
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, intensitas nyeri. 2.
Identifikasi skala nyeri. 3.
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan. 4.
Monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik : 5.
Berikan Teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain). 6.
Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan). 7.
Fasilitasi istirahat dan tidur. 8.
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi : 9.
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri. 10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri. 11. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri. 12. Anjurkan Teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi : 13. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. |
3 |
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, merasa lemah,
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, tekanan darah
berubah >20% dari kondisi istirahat. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan Kriteria Hasil : 1.
Frekuensi nadi meningkat. 2.
Keluhan Lelah menurun. 3.
Dipsnea saat aktivitas menurun. 4.
Dipsnea setelah aktivitas
menurun. |
Manajemen Energi Observasi : 1.
Identifikasi
gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan. 2.
Monitor pola dan jam tidur. 3.
Monitor kelelahan
fisik dan emosional. Terapeutik : 4.
Sediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus. 5.
Lakukan
latihan rentang gerak
pasif atau aktif 6.
Berikan aktivitas distraksi yang menegangkan. 7.
Fasilitasi duduk di sisis tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan. Edukasi : 8.
Anjurkan tirah baring. 9.
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap. Kolaborasi : 10. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. |
4 |
Resiko ketidakseimbangan cairan d.d asupan cairan meningkat,
keluaran urine meningkat, kelembapan membrane mukosa meningkat, edema
menurun, tekanan darah membaik, turgor kulit membaik. |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan Kriteria Hasil : 1.
Asupan
cairan meningkat. 2.
Haluaran urin
meningkat. 3.
Kelembapan
membrane mukosa meningkat. 4.
Edema
menurun. 5.
Dehidrasi menurun. 6.
Tekanan
darah membaik. 7.
Turgor
kulit membaik. |
Manajemen Cairan Observasi : 1.
Monitor status hidrasi. 2.
Monitor berat badan harian. 3.
Monitor berat badan sebelum dan sesudah
dialisis. 4.
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium. 5.
Monitor status dinamik. Terapeutik : 6.
Catat intake dan output, hitung balance
cairan. 7.
Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan. 8.
Berikan cairan intravena, jika perlu. Kolaborasi : 9.
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu. |
5 |
Ansietas b.d kurang
terpapar informasi d.d merasa bingung, merasakhawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang. |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 1x24
jam
diharapkan
tingkat
ansietas menurun dengan Kriteria hasil : 1.
Verbalisasi kebingungan menurun. 2.
Verbalisasi khawatir
akibat kondisi yang dihadapi
menurun. 3.
Perilaku gelisah
menurun. 4.
Perilaku tegang menurun. 5.
Konsentrasi membaik. |
Reduksi Ansietas Observasi : 1.
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah. 2.
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan. 3.
Monitor tanda-tanda ansietas. Terapeutik : 4.
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan. 5.
Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika
memungkinkan. 6.
Pahami situasi yang membuat ansietas. 7.
Dengarkan dengan penuh perhatian. 8.
Gunakan pendekatan yang tenang dan
menyakinkan. 9.
Motivasi, mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan. Edukasi : 10. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang mungkin dialami. 11. Informasikan secara
factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis. 12. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien. 13. Latih kegiatan
pengalihan untuk mengurangi ketegangan. 14. Latih teknik
relaksasi. |
6 |
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi d.d
dipnea, takikardia, diaphoresis, gelisah, nafas cuping hidung, bunyi napas
tambahan |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan pertukaras gas
meningkat dengan Kriteria Hasil
: 1. Dipsnea menurun 2. Bunyi nafas tambahan menurun 3. PCO2 membaik 4. PO2 membaik 5. Takikardi membaik 6. pH arteri membaik. |
Pemantauan Respirasi Observasi : 1. Monitor pola nafas, monitor
saturasi oksigen. 2. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan
upaya nafas. 3. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas. Terapeutik
: 4. Atur Intervasl pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien. Edukasi
: 5. Jelaskan tujuan
dan prosedur pemantauan. 6. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu. |
7 |
Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan
masalah yang dihadapi, menujukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran,
menunjukkkan perilaku yang berlebihan. |
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 1x24
jam
diharapkan
tingkat
pengetahuan membaik
dengan Kriteria Hasil : 1.
Perilaku sesuai anjuran meningkat. 2.
Verbalisasi minat
dalam belajar meningkat. 3.
Kemampuan menjelaskan pengetahuan
tentang suatu
topik meningkat. 4.
Kemampuan
menggambarkan
pengalaman
sebelumnya yang sesuai dengan topik
meningkat. 5.
Perilaku sesuai dengan
pengetahuan
meningkat. 6.
Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi
menurun. 7.
Persepsi yang keliru
terhadap masalah
menurun. |
Edukasi Kesehatan Observasi : 1.
Identifikasi kesiapan dan kemampuan
penerimaan informasi 2.
Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik : 3.
Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan 4.
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan 5.
Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi : 6.
Jelaskan factor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan 7.
Ajarkan perilaku hidup bersih da sehat 8.
Ajarkan startegi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaki hidup bersih dan sehat. |
DAFTAR
PUSTAKA
Budiman,
Fentia dkk. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan
pada Pasien Infark Miokard Akut di
Ruangan CVCU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou Manado.
Gustiyani,
Risa dkk. (2016). Pengalaman Perawat dalam Penanganan Pasien Penyakit Kardiovaskuler
dengan AMI (Akut Miokard Infark)di
IGD RSU dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi
& Klasifikasi.
Jakarta : EGC.
Majid, A. (2016). Asuhan
Keperawatan
Pada
Pasien Dengan
Gangguan
Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Banjarmasin : Salemba Medika.
SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat.
|
Ijin
Pendirian Mendiknas RI Nomor :
113/D/O/2009 Jl. Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Telp./Fax: 0355-322738 Alamat E-mail : stikeshahta@yahoo.co.id |
PENGKAJIAN DATA
DASAR DAN FOKUS
Pengkajian diambil
tgl : 10 Januari 2022 Jam
: 10.00 WIB
Tanggal Masuk : 08 Januari 2022 No. reg
: 1081XX
Ruangan / Kelas : HCU
No. Kamar :
6
Diagnosa
Masuk : Infark Miokard Akut (IMA)
Diagnosa
Medis : Infark Miokard Akut (IMA)
I.
IDENTITAS
1. Nama : Ny. S
2. Umur :
65 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama :
Islam
5. Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
6. Bahasa :
Jawa
7. Pendidikan :
SLTP
8. Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
9. Alamat :
Ds. Tanggung, Kec. Campurdarat
10.
Alamat yg mudah dihubungi : Ds. Tanggung, Kec. Campurdarat
11.
Ditanggung oleh : Askes / Astek / Jamsostek
/ JPS / Sendiri
II.
RIWAYAT
KESEHATAN KLIEN
1. Keluhan utama /
Alasan Masuk Rumah Sakit :
a. Alasan Masuk
Rumah Sakit :
Nyeri dada sebelah kiri, tampak meringis dan gelisah.
b. Keluhan Utama :
Nyeri
dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
( PQRST ) :
Pada tanggal 08 januari 2022
pukul 05.30 pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri, nyeri seperti
diremas-remas, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul, pasien tampak meringis dan
gelisah kemudian pasien dibawa ke IGD RS Bayangkara, terpasang infus dan
kateter, selanjutnya pasien dipindah ke ruang HCU untuk perawatan selanjutnya
dan didapatkan pengkajian TD : 150/90 mmHg, N : 130 x/menit, RR : 22 x/menit, S
: 360C, SPO2 : 98%.
3. Riwayat Kesehatan Yang
Lalu :
CVA Infark 2
tahun yang lalu
4. Riwayat Kesehatan
Keluarga :
Tidak
ada riwayat kesehatan keluarga.
III.
POLA AKTIFITAS
SEHARI-HARI
|
SEBELUM MASUK RS |
DI RUMAH SAKIT |
A. Pola
Tidur / Istirahat 1. Waktu
Tidur 2. Waktu
Bangun 3. Masalah Tidur 4.
Hal-hal yang mempermudah tidur 5.
Hal-hal yang mempermudah pasien
terbangun |
22.00 04.30 Saat nyeri muncul Suasana tenang Nyeri yang hilang timbul |
00.00 08.00 Sulit tidur, saat nyeri Suasana tenang Nyeri yang hilang timbul |
B. Pola
Eliminasi 1. B A B - Warna - Bau -
Konsistensi - Jumlah - Frekwensi - Kesulitan BAB - Upaya mengatasi 2. B A K - Warna - Bau -
Konsistensi - Jumlah - Frekwensi - Kesulitan BAK - Upaya
mengatasi |
Kuning, kecoklatan Khas Padat - 1-2 x sehari Tidak ada Tidak ada Kuning Khas Cair - 8-10 x sehari Tidak ada Tidak ada |
Kuning, kecoklatan Khas Lunak - Belum BAB Tidak ada Tidak ada Kuning Khas Cair Kurang lebih 600cc / 6 jam - Tidak ada Terpasang kateter |
C.
Pola Makan dan Minum 1.
Makan -
Frekwensi -
Jenis -
Diit -
Pantangan -
Yang Disukai -
Yang Tdk disukai -
Alergi -
Masalah makan -
Upaya mengatasi 2. Minum -
Frekwensi -
Jenis -
Diit -
Pantangan -
Yang Disukai -
Yang Tdk disukai -
Alergi -
Masalah minum -
Upaya mengatasi |
Per
oral 2x
sehari Padat
dan cair Tidak
ada Tidak
ada Semua
suka Tidak
ada Tidak
ada Tidak
ada Tidak
ada Sering
/ 5-10 gelas Cair Tidak
ada Tidak
ada Semua
suka Tidak
ada Tidak
ada Tidak
ada Tidak
ada |
Per oral 3x sehari Padat dan cair Tidak ada Tidak ada Semua suka Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kurang lebih 1000cc / hari Cair Tidak
ada Tidak
ada Semua
suka Tidak
ada Tidak
ada Tidak
ada Tidak ada |
D. Kebersihan diri / personal
hygiene : 1. Mandi 2. Keramas 3. Pemeliharaan
gigi dan mulut 4. Pemeliharaan
kuku 5. Ganti
pakaian |
2x
sehari 2x
seminggu Setiap
kali mandi Kalau
sudah panjang dipotong Setelah
mandi |
Hanya dilap Tidak keramas Tidak menggosok gigi Tidak memotong kuku Tidak mengganti baju |
E. Pola Kegiatan / Aktifitas Lain |
Pasien
dirumah dan beraktivitas membersihkan rumah |
Berbaring |
F.
Kebiasaan -
Merokok -
Alkohol -
Jamu, dll |
Tidak
merokok Tidak
alkohol Tidak
minum jamu |
Tidak merokok Tidak
alkohol Tidak
minum jamu |
IV.
DATA PSIKO SOSIAL
A. Pola Komunikasi :
Pasien kooperatif
B. Orang yang paling dekat dengan klien :
Anak pasien
C.
Rekreasi
Hobby :
Memasak.
Penggunaan
Waktu Senggang :
Menonton televisi
D.
Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Pasien hanya berbaring di
rumah sakit
E. Hubungan
dengan orang lain / interaksi sosial :
Pasien kooperatif
F. Keluarga
yang dihubungi bila diperlukan :
Anak pasien
V.
KONSEP DIRI
A.
Gambaran
Diri
Pasien tau sekarang dalam keadaan sakit
B.
Harga
Diri
Pasien tidak malu dengan keadaannya sekarang
C.
Ideal
Diri
Pasien ingin segera sembuh dan segera pulang
D.
Identitas
Diri
Pasien seorang perempuan berusia 65 tahun
E.
Peran
Pasien seorang istri dan ibu
VI.
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan
Beribadah :
Pasien tidak dapat beribadah seperti biasanya
B. Keyakinan
terhadap sehat / sakit :
Pasien yakin akan segera
sembuh
C. Keyakinan
terhadap penyembuhan :
Pasien
yakin kalua dirawat di rumah sakit akan segera sembuh
VII.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan Umum / Keadaan Umum
K/U cukup, terpasang infus dan kateter UT 600cc.
B. Tanda – tanda vital
Suhu Tubuh : 360C Nadi : 130 x/menit
Tekanan darah : 150/90 mmHg Respirasi : 22 x/menit
Tinggi Badan : 155 cm Berat Badan :
57 kg
C. Pemeriksaan
Kepala dan Leher
1. Kepala
dan rambut
a.
Bentuk Kepala : Simetris
Ubun-ubun : Datar
Kulit kepala :
Bersih
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut :
Merata dan beruban
Bau : Berbau
Warna : Hitam dengan uban
c. Wajah
Warna Kulit : Sawo
matang
Struktur Wajah : Simetris
2. Mata
a.
Kelengkapan dan kesimetrisan :
Lengkap dan simetris
b. Kelopak
Mata ( Palpebra ) :
Lengkap
c.
Konjuctiva dan sklera :
Konjuctiva merah muda dan sklera putih
d. Pupil :
Kanan dan kiri isokor
e.
Kornea dan iris
Normal
f. Ketajaman penglihatan / visus :
Normal
g.
Tekanan bola mata :
Normal
3. Hidung
a.
Tulang hidung dan posisi septum nasi :
Normal dan simetris
b.
Lubang Hidung :
Sedikit kotor (Terpasang O2 nasal kanul)
c.
Cuping hidung :
Tidak ada pernafasan cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk telinga :
Kanan dan kiri simetris
Ukuran telinga : Normal
Ketenggangan
telinga : Lentur
b.
Lubang telinga :
Sedikit kotor
c.
Ketajaman pendengaran :
Tajam, mampu mendengarkan detak jam tangan
5.
Mulut dan faring
a.
Keadaan bibir :
Lembab
b.
Keadaan gusi dan gigi :
Sedikit kotor
c. Keadaan lidah :
Sedikit kotor
d.
Orofarings :
Normal (tidak ada nyeri)
6. Leher
a.
Posisi trakhea : Simetris
b. Tiroid :
Normal (tidak ada pembesaran)
c. Suara :
Normal
d. Kelenjar Lymphe : Normal
(tidak ada pembengkakan)
e. Vena jugularis : Normal
(tidak ada bendungan)
f. Denyut nadi coratis : Normal
(teraba)
D. Pemeriksaan
Integumen ( Kulit )
a. Kebersihan : Bersih
b. Kehangatan :
Hangat
c. Warna :
Sawo matang
d. Turgor :
Kering
e. Tekstur :
Normal
f. Kelembaban :
Lembab
g. Kelainan pada kulit : Tidak
ada
E. Pemeriksaan
payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara :
Normal, simetris
b. Warna payudara dan areola :
Normal, coklat
c. Kelainan-kelainan payudara dan puting :
Normal, tidak ada kelainan
d. Axila dan clavicula :
Normal
F. Pemeriksaan
Thorak / dada
1. Inspeksi
Thorak
a.
Bentuk Thorak : Normal
b.
Pernafasan
Frekwensi : 22 x/menit
Irama : Reguler
c.
Tanda-tanda kesulitan bernafas :
Nyeri dada sebelah kiri.
2.
Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara ( vocal fremitus ) :
Suara antara paru-paru kanan dan kiri normal.
b. Perkusi :
Normal
c. Auskultasi
Suara
Nafas :
Normal
Suara
Ucapan :
Normal
Suara
Tambahan :
Tidak ada
3.
Pemeriksaan Jantung
a.
Inspeksi dan Palpasi
-
Pulsasi : Tidak terlihat
-
Ictus cordis : ICS V midclavicular sinistra
b.
Perkusi
Batas-batas jantung :
ICS II sternalis dekstra, ICS II sternalis sinistra,
ICS IV sternalis sinistra, ICS V midclavicula sinistra
c.
Auskultasi
-
Bunyi jantung I : Lup tunggal dsn ireguler
-
Bunyi jantung II : Dup tunggal dan ireguler
-
Bunyi jantung Tambahan : Ada (S3),
gambaran EKG menunjukkan
abnormal.
-
Bising / Murmur : Tidak ada
-
Frekwensi denyut jantung : 130 x/menit
G. Pemeriksaan
Abdomen
a.
Inspeksi
- Bentuk abdomen : Normal
- Benjolan / Massa : Tidak ada
-
Bayangan pembuluh darah pada abdomen : Tidak ada
b.
Auskultasi
- Peristaltik Usus : 11 x/menit
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
- Benjolan / massa : Tidak ada benjolan
- Tanda-tanda ascites : Tidak ada tanda-tanda acites
- Hepar : Tidak ada
- Lien : Tidak ada
- Titik Mc. Burne : Tidak ada
d. Perkusi
-
Suara Abdomen
Normal (tymphani)
-
Pemeriksaan Ascites
Tidak ada acites
H. Pemeriksaan
Kelamin dan Daerah Sekitarnya
1.
Genetalia
a. Kelainan – kelainan pada genetalia eksterna
dan daerah inguinal
Tidak ada kelainan
2.
Anus dan Perineum
a. Lubang
anus :
Normal
b. Kelainan – kelainan pada anus dan
perineum :
Tidak ada
kelainan
I.
Pemeriksaan Muskuloskeletal ( Ekstrimitas
)
a. Kesimetrisan Otot :
Simetris
b.
Pemeriksaan Oedem :
Ada oedema di kedua kaki
c. Kekuatan Otot :
Lemah 5 0
5 0
d. Kelainan – kelainan pada ekstrimitas dan kuku :
Tidak ada
J. Pemeriksaan
Neurologi
1. Tingkat
kesadaran ( secara kuantitatif
) / GCS :
4-4-6 (Apatis)
2. Tanda – tanda rangsangan otak ( meningeal
sign ) :
Normal
3.
Syaraf otak ( Nervus cranialis ) :
Baik / normal
4.
Fungsi Motorik :
Extremitas kiri parese
5.
Fungsi Sensorik :
Baik
6. Refleks :
a.
Refleks Fisiologis
Normal
b. Refleks Patologis
Tidak ada
K. Pemeriksaan
Status Mental
a.
Kondisi Emosi / Perasaan
Kadang gelisah
b. Orientasi
Cukup
c. Proses berfikir ( ingatan,
atensi, keputusan, perhitungan )
Datar
d.
Motivasi ( Kemauan )
Ingin cepat sembuh
e. Persepsi
Cukup
f.
Bahasa
Jawa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Infark Miokard Akut (IMA)
B. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis : 10 Januari 2022
1.
Laboratorium
Terlampir
2.
Rontgen
-
3. E C G
Terlampir
4.
U S G
-
5.
Lain – lain
-
PENATALAKSANAAN DAN
TERAPI :
1. Inj. Anbacim
2x1 gr (antibiotik berspektrum luas untuk menangani berbagai infeksi bakteri).
2. Inj. Citicolin
3x500 mg (mengatasi gangguan memori / perilaku, mempercepat pemulihan).
3. Inj. Santagesik
3x1 1000 mg (mengurangi nyeri).
4. Inj. ODR 3x1 4
mg (mual muntah).
P.O
1. Asam folat 1x3
(meningkatkan produksi sel darah merah dan memelihara saraf).
2. CPG /
Clopidogrel 1x75 mg (mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah).
|
Mahasiswa ____________________________ NIM.
|
ANALISA DATA
Nama pasien : Ny S
Umur : 65 Thn
No. Register : 1081XX
NO |
KELOMPOK
DATA |
PENYEBAB |
MASALAH
KEPERAWATAN |
1 |
Gejala tanda Mayor DS -
PX mengeluh nyeri dada
sebelah kiri DO -
K/u cukup -
Px meringis kesakitan -
Px gelisah -
Px sulit tidur -
Frekuensi nadi meningkat : 127x/mnt -
Hasil EKG iskemia inferior + anterolateral P: Nyeri akibat
hipertensi Q: Nyeri seperti
diremas R: Nyeri dada
sebelah kiri S: skala 4 T: Nyeri hilang
timbul Miror DS: DO: -
Px berkeringat -
Td : 150/90 mmHg -
N : 127X/mnt -
RR: 22X /mnt -
S: 36,2 C -
SpO2: 98 % |
Iskemia miokardium Infark miokard akut Metabolisme anaerob Ph sel menurun Produksi asam laktat meningkat Nyeri akut |
Nyeri
akut |
2. |
Gejala Tanda Mayor Ds : -
Mengatakan kawatir dengan kondisi saat ini -
Px mengatakan bingung dengan kondisinya Do : -
k/u cukup -
px gelisah -
px tegang Minor Ds : Ds : -
px dan keluarga memahami kondisi penyakit px -
px berkeringat -
px pucat -
Td : 150/90 mmHg -
N: 127x/mnt -
RR: 22x/mnt -
S: 36,2 C |
Fungsi ventrikel kiri menurun gangguan kontraktilitas Penurunan perfusi jaringan Gangguan perfusi organ ginjal Kodisi dan proknosis penyakit
ansietas |
Ansietas |
DAFTAR
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny s
Umur : 65 Thn
No. Register : 1081XX
NO |
TANGGAL MUNCUL |
DIAGNOSA KEPERAWATAN |
1 |
10-01-2022 |
Nyeri akut, b.d agen pencindera fisiologis d.d tampak meringis,
sulit tidur, frekuensi nadi meningkat, |
2 |
10-01-2022 |
Ansietas, b.d kurang terpapar informasi d.d tampak gelisah, tegang,
berkeringat, pucat , nadi meningkat tekanan darah meningkat |
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN
NO |
Diagnosa Keperawatan |
SLKI |
SIKI |
1. |
Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis ( Iskemia
) d/d D.0077 |
Tingkat Nyeri
L.08066 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat
nyeri menurun dengan kriteria hasil sbb : 1.
Keluhan nyeri menurun 2.
Meringis menurun 3.
Kesulitan tidur menurun 4.
Frekuensi nadi membaik 5.
Tekanan darah membaik 6.
Fungsi berkemih mambaik |
Manajemen Nyeri 1.08238 Observasi 1.
Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri 2.
Identifikasi
skala
nyeri 3.
Identifikasi
respon nyeri non
verbal Terapeutik 4.
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan) 5.
Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 6.
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri 7.
Ajarkan teknik nonfarmakologis
(nafas dalam) untuk mengurangi
rasa nyeri Kolaborasi 8.
Kolaborasi pemberian analgetik |
2. |
Ansietas b/d kurang terpapar informasi D.0080 |
Tingkat Ansietas L.09093 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat
ansietas menurun dengan kriteria hasil sbb : 1.
Verbalisasi kebingungan menurun 2.
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
dihadapi menurun 3.
Perilaku gelisah menurun 4.
Frekuensi nadi menurun 5.
Tekanan darah menurun 6.
Pola tidur membaik |
Reduksi Ansietas I.09314 Observasi 1.
Identifikasi saat
tingkat ansietas berubah 2.
Monitor
tanda-tanda ansietas (verbal dan non-verbal) Terapeutik 3.
Ciptakan suasana
terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 4.
Pahami situasi
yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian Edukasi 5.
Informasikan
secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis 6.
Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien, jika perlu 7.
Latih tehnik
relaksasi (nafas dalam) Kolaborasi 8.
Kolaborasi
pemberian obat antlansietas, jika perlu |
TINDAKAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 65 Thn No. Register : 1081XX Kasus : IMA
NO |
NO. DX |
TANGGAL/ JAM |
IMPLEMENTASI |
TANDA TANGAN |
TANGGAL/ JAM |
E V A L U A S I |
TANDA TANGAN |
1. |
I |
10 JAN 2022 09.00 09.10 09.15 09.20 09.30 09.35 09.40 09.45 |
Manajemen Nyeri 1.08238 9. Mengidentifikasi
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri H : nyeri akibat gangguan O2 berkurang, nyeri
seperti diremas, nyeri dada sebelah kiri menjalar kepunggung, skala 6, nyeri
kurang lebih 2 menit hilang timbul 10. Mengidentifikasi
skala
nyeri H
: Skala nyeri 6 11. Mengidentifikasi
respon nyeri non
verbal H
: px tampak meringis kesakitan, px
gelisah, px sulit tidur 12. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri H
: suasana kurang nyaman, suara gaduh 13. Memfasilitasi
istirahat dan tidur H
: px bedtrest 14. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri H
: nyeri akibat gangguan suplai pada
miokardium 15. Mengajarkan
teknik nonfarmakologis (nafas dalam) untuk mengurangi rasa nyeri H
: dengan teknik relaksasi nafas dalam 16. Berkolaborasi
pemberian analgetic H
: Santagesik 500mg 1x1 |
Perawat |
|
S : -
Px mengatakan nyeri dada sebelah
kiri O : -
K/u cukup -
Px tampak meringis kesakitan -
Px gelisah -
Px berkeringat -
Px tampak sulit tidur -
Frekuensi nadi meningkat
:130x/menit -
Hasil EKG menunjukkan iskemia
inferior + anterolateral -
P : nyeri akibat gangguan suplai
O2 pada miokardium berkurang -
Q : nyeri seperti diremas -
R : nyeri dada sebelah kiri
menjalar ke punggung -
S : Skala nyeri 6 -
T : nyeri ± 2 menit hilang timbul
-
TD : 150/90 mmHg -
N : 130 x/menit -
RR : 22 x/menit -
S: 36.2o C -
SpO2 : 98 % A : Masalah nyeri belum teratasi P : Intervensi
dilanjutkan 1,2,3,5,7 dan 8 |
|
NO |
NO. DX |
TANGGAL/ JAM |
IMPLEMENTASI |
TANDA TANGAN |
TANGGAL/ JAM |
E V A L U A S
I |
TANDA TANGAN |
2. |
II |
10 JAN 2022 09.
50 09.55 10.00 10.05 10.10 10.15 10.20 |
Reduksi Ansietas I.09314 9.
Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah H : Mengatakan khawatir
dengan kondisi saat ini 10. Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non-verbal) H : px gelisah, px tegang 11. Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan H : membina hubingan saling percaya 12. Memahami situasi yang membuat ansietas dengarkan
dengan penuh perhatian H : Perawat mendengarkan cerita px 13. Menginformasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis H : Menginformasikan kepada keluarga tentang penyakit px 14. Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien H : untuk melihat kondisi
px 15. Melatih tehnik relaksasi (nafas dalam) H : dengan teknik relaksasi nafas dalam |
Perawat |
|
S : -
Px mengatakan khawatir dengan
kondisi saat ini -
Px mengatakan bingung dengan
kondisinya O : -
K/u cukup -
Px gelisah -
Px tampak tegang -
Px pucat -
Px dan keluarga memahami kondisi
penyakit px -
Px berkeringat -
TD : 150/90 mmHg -
N : 130x/menit -
RR : 22x/menit -
S : 36.2o C -
SpO2 : 98% A : Masalah Keperawatan ansietas
belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3, 5
dan 6 |
|
NO |
NO. DX |
TANGGAL/ JAM |
IMPLEMENTASI |
TANDA TANGAN |
TANGGAL/ JAM |
E V A L U A S I |
TANDA TANGAN |
1. |
I |
11 JAN 2022 09.00 09.10 09.15 09.20 09.30 09.35 09.40 09.45 |
Manajemen Nyeri 1.08238 1. Mengidentifikasi
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri H : nyeri akibat gangguan O2 berkurang, nyeri
seperti diremas berkurang, nyeri dada sebelah kiri menjalar kepunggung
berkurang, skala 4, nyeri kurang lebih 2 menit hilang timbul 2. Mengidentifikasi
skala
nyeri H
: Skala nyeri 4 3. Mengidentifikasi
respon nyeri non
verbal H
: px tampak meringis kesakitan, px
gelisah, px sulit tidur 4. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri H
: suasana kurang nyaman, suara gaduh 5. Memfasilitasi
istirahat dan tidur H
: px bedtrest 6. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri H
: nyeri akibat gangguan suplai pada
miokardium 7. Mengajarkan
teknik nonfarmakologis (nafas dalam) untuk mengurangi rasa nyeri H
: dengan teknik relaksasi nafas dalam 8. Berkolaborasi
pemberian analgetic H
: Santagesik 500mg 1x1 |
Perawat |
|
S : -
Px mengatakan nyeri dada sebelah
kiri berkurang O : -
K/u cukup tenang -
Px tidur nyenyak -
Frekuensi nadi meningkat :125 x/menit
-
Hasil EKG menunjukkan iskemia
inferior + anterolateral -
P : nyeri akibat gangguan suplai
O2 pada miokardium berkurang -
Q : nyeri seperti diremas berkurang -
R : nyeri dada sebelah kiri masih
menjalar ke punggung -
S : Skala nyeri 4 -
T : nyeri ± 2 menit hilang timbul
-
TD : 144/80 mmHg -
N : 125 x/menit -
RR : 22 x/menit -
S: 36o C -
SpO2 : 98 % A : Masalah keprawatan nyeri
teratasi sebagian P : Intervensi
dilanjutkan (Px dipindahkan ke Ruang Rawat Inap Melati) |
|
NO |
NO. DX |
TANGGAL/ JAM |
IMPLEMENTASI |
TANDA TANGAN |
TANGGAL/ JAM |
E V A L U A S
I |
TANDA TANGAN |
2. |
II |
11 JAN 2022 09.
50 09.55 10.00 10.05 10.10 10.15 10.20 |
Reduksi Ansietas I.09314 1.
Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah H : Px sedikit khawatir
dengan kondisi saat ini 2.
Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non-verbal) H : px tampak rileks 3.
Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan H : membina hubingan saling percaya 4.
Memahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian H : Perawat mendengarkan cerita px 5.
Menginformasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis H : Menginformasikan kepada keluarga tentang penyakit px 6.
Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien H : untuk melihat kondisi
px 7.
Melatih tehnik relaksasi (nafas dalam) H : dengan teknik relaksasi nafas dalam
|
Perawat |
|
S : -
Px mengatakan masih khawatir
dengan kondisi saat ini -
Px mengatakan paham dengan
kondisinya O : -
K/u cukup -
Px tampak rileks -
Px dan keluarga memahami kondisi
penyakit px -
TD : 144/80 mmHg -
N : 125x/menit -
RR : 22x/menit -
S : 36o C -
SpO2 : 98% A : Masalah Keperawatan ansietas teratasi
sebagian P : Intervensi dilanjutkan (Px
dipindahkan ke Ruang Rawat Inap Melati) |
|
LAMPIRAN JURNAL
(https://drive.google.com/file/d/1amV7kysBXB5aJC1EEuW0cDS9zJ7_UCZQ/view?usp=sharin g)
https://drive.google.com/file/d/1IS6HxkA3SYCm6lZSUAbYdDMDBVPel0h6/view?usp=drivesdk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar