Sabtu, 21 Mei 2022

MAKALAH SEMINAR HASIL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS FRAKTUR TIBIA DEKSTRA DENGAN TREND DAN ISSUE PROTOKOL ERAS (ENHANCED RECOVERY AFTER SURGERY) DI RUANG OKA RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG TAHUN 2021

MAKALAH SEMINAR HASIL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS FRAKTUR TIBIA DEKSTRA DENGAN TREND DAN ISSUE PROTOKOL ERAS (ENHANCED RECOVERY AFTER SURGERY) DI RUANG OKA RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG TAHUN 2021


 


Disusun Oleh :

Kelompok 1

Achmad Fatchur R

A3R21001

Dimas Ilham I.M.

A3R21011

Aditya Sukma H.

A3R21002

Dinda Saputri

A3R21012

Anang Prasetiyo E.

A3R21003

Elika Mardiana

A3R21013

Anggun Sandia S.

A3R21004

Elza Rosy P.

A3R21014

Aprilatul Naimah

A3R21005

Faiz Ilhami

A3R21062

Arinda Sri S.

A3R21060

Faris Nassirudin

A3R21015

Aulin Mei D.

A3R21006

Faurina Risky S.

A3R21016

Ayang Nanda S.

A3R21007

Fiki Hesti Eni

A3R21017

Boyke Dimas A.

A3R21008

Gusti Maharani A.

A3R21018

Chania Widi A.

A3R21061

Habib Tri Putra P.

A3R21019

Desy Nur Aini

A3R21009

Ikhwal Agil S.

A3R21020

Dhea Ananda

A3R21010

 

 

PROGAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“HUTAMA ABDI HUSADA”

TULUNGAGUNG

2022


LEMBAR PENGESAHAN

 

MAKALAH SEMINAR HASIL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN KASUS FRAKTUR TIBIA DEKSTRA DENGAN TREND DAN ISSUE PROTOKOL ERAS (ENHANCED RECOVERY AFTER SURGERY)

DI RUANG OKA RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA

TULUNGAGUNG

TAHUN 2021

 

 

Telah disahkan pada,

Hari                             :

Tanggal                       :

 

 

 

 

 

 

Pembimbing I

 

 

 

 

Pembimbing II

 

Dwi Retnowati, S.Kep, Ners, M.Kes

(NIDN.07-1302-8404)

Angga Miftakhul N., S.Kep, Ners, M.Kep

(NIP. 196708261995031001)

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Seminar Hasil Keperawatan Medikal Bedah dengan Kasus Fraktur Tibia Dekstra dengan Trend dan Issue Protokol Eras (Enhanced Recovery After Surgery) di Ruang OKA Rumah Sakit Putra Waspada Tulungagung Tahun 2021” dengan tepat waktu.

Makalah ini kami susun sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi tugas Profesi Ners STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung. selanjutnya kami mengucapkan terimakasih banyak atas kerjasamanya dan dukungan semua pihak diantaranya:

  1. Bapak Dr. H. Yitno, S.Kp, M.Pd, selaku Ketua STIKes “Hutama Abdi Husada” Tulungagung yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Proposal Penelitian ini.
  2. Ibu Eny Masruroh S.Kep,Ns M.Kep, selaku Ketua Program Studi Profesi Ners STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung.
  3. Ibu Dwi Retnowati, S.Kep, Ners, M.Kes selaku pembimbing  I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Makalah Seminar Hasil Keperawatan Medikal Bedah ini.
  4. Bapak Angga Miftakhul Nizar, S.Kep, Ners, M.Kep selaku pembimbing  II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Makalah Seminar Hasil Keperawatan Medikal Bedah ini.
  5. Bapak/Ibu Dosen berserta staf/karyawan STIKes “Hutama Abdi Husada” Tulungagung yang telah memberikan pertimbangan, bimbingan, pengarahan.
  6. Staf perpustakaan STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung yang telah menyediakan sumber pustaka dalam penyusunan makalah ini.
  7. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan, dorongan serta motivasi dalam penyusunan Makalah Seminar Hasil Keperawatan Medikal Bedah ini .

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penyusunan laporan.

 

 

         Tulungagung, 13 Mei  2022

 

 

Kelompok 1

 

 


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

..... A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

..... B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

..... C. Tujuan ................................................................................................... 2

..... D. Manfaat ................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN TEORI

..... A. Definisi ................................................................................................. 4

..... B. Etiologi ................................................................................................. 4

..... C. Manifestasi Klinis ................................................................................. 5

..... D. Klasifikasi ............................................................................................. 5

..... E. Komplikasi ............................................................................................ 8

..... F. Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 9

..... G. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 10

..... H. Pathway ................................................................................................ 11

..... I. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 12

BAB III TINJAUAN KASUS ......................................................................... 30

BAB IV PEMBAHASAN

..... A. Trend dan Issue Keperawatan .............................................................. 49

..... B. Protokol ERAS sebagai Trend dan Issue Keperawatan Bedah ............ 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

..... A. Kesimpulan ........................................................................................... 66

..... B. Saran ..................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Fraktur tibia adalah terputusnya hubungan tulang tibia yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai kaki (Muttaqin, 2013). Pada pasien fraktur harus diusahakan kembali keaktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Masalah yang sering muncul pada pasien fraktur adalah nyeri, hambatan mobilitas fisik dan resiko infeksi (Smeltzer & Bare 2002).

Menurut World Health Organization (WHO) 2018, banyaknya kasus fraktur di sebabkan karena cidera. Cidera terjadi karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya dan menyebabkan kematian sebanyak 1,25 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2013 dan terluka hingga 50 juta orang. Tingkat kematian karena cidera lalu lintas dijalan raya adalah sebanyak 2,6 kali lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah (24,1 kematian per 100.000 penduduk) dari pada di negara-negara berpenghasilan tinggi (9,2 kematian per 100.000 penduduk).

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menyatakan bahwa pravelensi kejadian kecelakaan cidera akibat kecelakaan lalu lintas dengan mengendarai sepeda motor sebanyak 72.2 %, dan kecelakaan lalu lintas yang sedang menegendarai motor di Sumatera Barat sebanya 31.3 %, sedangkan proporsi bagian tubuh yang terkena cidera paling tinggi adalah anggota gerak bawah sebanyak 67.9 %. (RISKESDAS, 2018).

Fraktur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik (Padila, 2012). Komplikasi yang timbul akibat fraktur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli lemak dan sindroma pernafasan. (Desiartama & Aryana, 2017). Salah satu penatalaksanaan fraktur adalah dengan pembedahan. Konsep pemulihan bedah yang cepat termasuk menggunakan protokol optimasi multimodal perioperatif melalui pendidikan pra operasi sampai dengan post operasi dengan konsep bedah  ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) seperti yang diusulkan Kehlet, seorang ahli bedah Denmark pada tahun 2001. ERAS menggunakan protokol optimasi multimodal pada periode perioperatif melalui pendidikan pra-operasi, pereda nyeri intraoperasi, pelestarian termal, awal ambulasi pasca operasi, dan mengurangi perdarahan. Serangkaian tindakan tersebut untuk mengoptimalakan protokol bedah dengan tujuan mengurangi komplikasi, mengurangi rasa sakit, mempersingkat masa rawat inap, mengurangi biaya rawat inap, dan memungkinkan pasien untuk kembali hidup, dan pulih secepat mungkin.

Dari uraian diatas tentang kejadian fraktur maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus fraktur tibia dekstra dengan trend dan issue protokol ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) untuk dijadikan kasus seminar kasus keperawatan medical bedah.

 

B.    Rumusan Masalah

1.     Apa definisi fraktur ?

2.     Apa etiologi/ penyebab fraktur ?

3.     Apa manifestasi klinis fraktur ?

4.     Apa klasifikasi fraktur ?

5.     Apa komplikasi dari fraktur ?

6.     Bagaimana penatalaksanaan fraktur ?

7.     Bagaimana pemeriksaan penunjang fraktur ?

8.     Bagaimana pathway fraktur ?

9.     Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien fraktur?

10.  Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien fraktur tibia ?

11.  Bagaimana trend dan issu pada keperawatan bedah?

 

C.    Tujuan

1.     Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan proses asuhan keperawatan ini, mahasiswa mampu mengintegrasikan konsep dasar keperawatan dan proses keperawatan dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan kasus fraktur tibia juga mengetahui trend dan issu keperawatan bedah.

2.     Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan proses asuhan keperawatan mahasiswa mampu:

a.      Memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien fraktur tibia.

b.     Mampu mengkaji pasien fraktur tibia.

c.      Mampu menegakkan diagnosa keperawatan

d.     Mampu menyusun rencana keperawatan

e.      Mampu mengimplementasikan keperawatan

f.      Mampu mengevaluasi keperawatan

g.     Mampu mengetahui tren dan issu keperawatan bedah.

 

D.    Manfaat

1.     Bagi Struktur Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan medical bedah pada kasus fraktur tibia.

2.     Bagi Instansi Akademi

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar  mengajar tentang asuhan keperawatan medical bedah kasus fraktur sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan.

3.     Bagi penulis

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya dibidang keperawatan medical bedah khususnya kasus fraktur tibia.

4.     Bagi Pembaca

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan medical bedah dengan kasus fraktur tibia dan trend issu keperawatan bedah.

 

 

 


BAB II

TINJAUAN TEORI

A.      Definisi Fraktur

Definisi Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas struktur tulang yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang hingga deformitas. Pada luka fraktur dan luka insisi dapat terjadi edema dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi,dan keterbatasan klien dalam menumpu berat badannya sehingga seringkali klien mengalami gangguan mobilitas fisik (Çelik et al., 2018).

Tibia adalah dua tulang panjang yang terletak di kaki bagian bawah. Tibia adalah tulang yang lebih besar di bagian dalam, Tibia jauh lebih tebal tulang ini penahan berat utama keduanya.

Fraktur Tibia ditandai sebagai berenergi rendah atau berenergi tinggi. Fraktur berenergi rendah, tidak diletakkan (sejajar), kadang-kadang disebut fraktur balita, terjadi akibat jatuh ringan dan cedera puntir. Fraktur berenergi tinggi, seperti yang disebabkan oleh kecelakaan mobil serius atau jatuh besar, lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar. (John Hopkins Medicine, 2019).

B.      Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera, stress, dan melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis (Apleys & Solomon, 2018).

Menurut Purwanto (2016) Etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :

  1. Trauma langsung Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
  2. Trauma tidak langsung Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena itu kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
  3. Kondisi patologis Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang).

 

 

C.      Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center(2016) adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

1.   Nyeri terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.

2.   Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) membukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal. Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tempat melengketnya otot.

3.   Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat pada atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sama 5 cm (1 sampai 2 inchi).

4.   Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitusakibat gesekan antara fragmen 1 dengan yang lainnya (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).

5.   Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah terjadi cidera.

D.      Klasifikasi

Klasifikasi Menurut Sulistyaningsih (2016), berdasarkan ada tidaknya hubungan antar tulang dibagi menjadi :

1)      Fraktur Terbuka

Adalah patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan adanya hubungan dengan dunia luar serta menjadikan adanya kemungkinan untuk masuknya kuman atau bakteri ke dalam luka. Berdasarkan tingkat keparahannya fraktur terbuka dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar menurut klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015) yaitu:

a.   Derajat I Kulit terbuka <1 cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot yang ringan disebabkan oleh energy rendah atau fraktur dengan luka terbuka menyerong pendek.

b.   Derajat II Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka melintang sederhana dengan pemecahan minimal.

c.   Derajat III Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan kehancuran komponen tulang yang parah.

a)       Derajat IIIA Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai, fraktur segmental, pengupasan periosteal minimal.

b)       Derajat IIIB Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan paparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya berhubungan dengan kontaminasi masif.

c)       Derajat IIIC Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth et al., 2015).

2)      Fraktur Tertutup

Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak ada kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan lunak dan mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung antara lain:

a.       Derajat 0 : Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan lunak yang tidak begitu berarti.

b.       Derajat 1 : Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai sedang dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di permukaan situs fraktur.

c.       Derajat 2 : Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme energi sedang hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena sindrom kompartemen.

d.       Derajat 3:  Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan gangguan arteri atau terbentuk sindrom kompartemen(Kenneth et al., 2015).

Menurut Purwanto (2016) berdasarkan garis frakturnya dibagi menjadi :

1.       Fraktur Komplet Yaitu fraktur dimana terjadi patahan diseluruh penampang     tulang biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.

2.       Fraktur Inkomplet Yaitu fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.

3.       Fraktur Transversal Yaitu fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah  tulang.

4.       Fraktur Oblig Yaitu fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis tengah tulang.

5.       Fraktur Spiral Yaitu garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang sehingga menciptakan pola spiral.

6.       Fraktur Kompresi Terjadi adanya tekanan tulang pada satu sisi bisa disebabkan tekanan, gaya aksial langsung diterapkan diatas sisi fraktur.

7.       Fraktur Kominutif Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih bagian.

8.       Fraktur Impaksi Yaitu fraktur dengan salah satu irisan ke ujung atau ke fragmen retak.

E.      Komplikasi

1.       Malunion : Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.

2.       Delayed Union : Proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lambat dari keadaan normal.

3.       Nonunion : Patah tulang yang tidak menyambung Kembali.

4.       Compartement syndrome : Suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebih didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.

5.       Syok : Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

6.       Fatembalism Syndroma : Tetesan lemak masuk dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sampai 80 tahun.

7.       Tromboembolic : Complication, trombovena dalam sering terjadi pada individu yang imobilisasi dalam waktu lama karena trauma atau ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.

8.       Infeksi : Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

9.       Avascularnecrosis : Pada umumnya berkaitan dengan aseptic atau necrosis siskemia.

10.    Refleks Symphathethic Dysthropy : Hal ini disebabkan oleh hiperaktif system saraf simpatik abnormal syndrome ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropic dan vasomotor instability.

F.       Penatalaksanaan Medis

Fraktur Tibia dapat diobati dengan prosedur perawatan fraktur tulang standar. Perawatan tergantung pada keparahan cedera dan usia anak. Ini mungkin termasuk beberapa pendekatan berikut, digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi :

1.     Pengurangan dan imobilisasi tertutup : Mengatur tulang pada tempatnya tanpa operasi dan imobilisasi pada tungkai panjang atau tungkai pendek.

2.     Reduksi Terbuka : mengekspos tulang dengan pembedahan untuk mengembalikannya ke tempatnya, biasanya dilakukan pada fraktur terbuka dimana tulang telah menusuk kulit. Prosedur ini biasanya disertai dengan fiksasi internal atau eksternal.

3.     Fiksasi Internal : menghubungkan tulang yang patah dengan sekrup, piring, batang dan paku yang akan tetap berada dibawah kulit.

4.     Fiksasi Eksternal : menggunakan pin, klem dan batang untuk menstabilkan fraktur dari luar.

5.     Pining Perkuat : memasukkan kabel melintasi fraktur untuk menahan potongan di tempat sampai mereka sembuh. Kabel dilepas setelah faktur sembuh.

6.     Pengobatan : ketika fraktur telah merusak kulit, obati dengan antibiotik untuk mencegah infeksi dan analgesik untuk mengontrol rasa sakit. Tembakan tetanus juga mungkin diperlukan.

G.     Pemeriksaan Penunjang

a.        Pemeriksaan DL : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).

b.       Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal pasien.

c.        Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur trauma. 

H.   Text Box: Fraktur Patologik : Tumor, OsteoporosisText Box: Trauma langsung/ tidak langsungPathway


I.      Konsep Asuhan Keperawatan pada Fraktur

a.     Pengkajian

1.     Identitas Klien

Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.

2.     Keluhan Utama

Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan. Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri  saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.

3.     Riwayat Penyakit

A.    Riwayat Penyakit Sekarang : Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja yang memperberat dan meringankan keluhan. Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

B.    Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya. Kaji apakah pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.

C.    Riwayat Penyakit Keluarga : Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

1.     Pola Fungsi Kesehatan.

a.      Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.

b.     Pola Nutrisi dan Metabolisme

Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat badan, serta nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah.

c.      Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak

d.     Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian  dilaksanakan  pada  lamanya  tidur,  suasana  lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

e.      Pola Aktivitas dan Latihan

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

f.      Pola Hubungan Peran

Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan karena keterbatasan dalam beraktivitas.

g.     Pola Persepsi dan Konsep Diri

Kaji adanya ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

h.     Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

i.       Pola Stres Adaptasi

Masalah fraktur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme  klien  itu  sendiri  misalnya  pergi  kerumah  sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi. Kaji cara pasien untuk menangani stress yang dihadapi.

j.       Pola reproduksi dan seksual

Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

k.     Pola tata nilai dan kepercayaan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

 

2.     Pemeriksaan Fisik

a.      Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri

b.     Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi

c.      Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll

d.     Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas tambahan, dll

e.      Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran

f.      Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi, keadaan lidah

g.     Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher

h.     Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya suara napas tambahan

i.       Jantung: bunyi, pembesaran

j.       Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan, distensi

k.     Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema

l.       Alat kelamin : Kebersihan, kelainan

m.   Anus : kebersihan, kelainan

 

b.     Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1.     Ansietas (D.0080)

Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Objektif

-        Merasa bingung.

-        Merasa khawatir dengan akibat.

-        Sulit berkonsenstrasi.

-        Tampak gelisah.

-        Tampak tegang.

-        Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Objektif

-        Mengeluh pusing.

-        Anoreksia.

-        Palpitasi.

-        Merasa tidak berdaya.

-        Frekuensi napas meningkat.

-        Frekuensi nadi meningkat.

-        Tekanan darah meningkat.

-        Diaforesis.

-        Tremor.

-        Muka tampak pucat.

-        Suara bergetar.

-        Kontak mata buruk.

-        Sering berkemih.

-        Berorientasi pada masa lalu.

 

2.     Nyeri Akut (D.0077)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan oset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Objektif

-        mengeluh nyeri

-        tampak meringis

-        bersikap protektif (misal waspada. Posisi menghindari nyeri)

-        gelisah

-        frekuensi nadi meningkat

-        sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Objektif

Tidak tersedia

-        Tekanan darah meningkat

-        Pola napas berubah

-        Nafsu makan berubah

-        Proses berfikir terganggu

-        Menarik diri

-        Berfokus pada diri sendiri

-        Diaforesis

 

3.     Gangguan mobilitas fisik (D.0054)

Definisi : Keterbatasan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Objektif

-        Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

-        Kekuatan otot menurun

-        Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Objektif

-        Nyeri saat bergerak

-        Enggan melakukan pergerakan

-        Merasa cemas saat bergerak

-        Sendi kaku

-        Gerakan tidak terkoordinasi

-        Gerakan terbatas

-        Fisik lemah

 

4.     Hipotermia (D.0131)

Definisi : Suhu tubuh berada dibawah rentang normal tubuh

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Objektif

Tidak tersedia

-        Kulit teraba dingin

-        Menggigil

-        Suhu tubuh di bawah normal

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Objektif

Tidak tersedia

-        Akrosianosis

-        Bradikardi

-        Dasar kuku sianotik

-        Hipoglikemia

-        Hipoksia

-        Pengisian kapiler >3 detik

-        Konsumsi oksigen meningkat

-        Ventilasi menurun

-        Piloereksi

-        Takikardia

-        Vasokontriksi perifer

-        Kutis memorata (pada neonatus)

 

5.     Risiko Hipovolemia (D.0034)

Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler, interstitial, dana tau intaseluler

Faktor resiko :

a.      Kehilangan cairan secara aktif

b.     Gangguan absorpsi cairan

c.      Usia lanjut

d.     Kelebihan berat badan

e.      Status hipermetabolik

f.      Kegagalan mekanisme egulasi

g.     Evaporasi

h.     Kekurangan intake cairan

i.       Efek agen farmakologis

Kondisi Klinis Terkait :

a.      Penyakit Addison

b.     Trauma/perdarahan

c.      Luka bakar

d.     AIDS

e.      Penyakit Crohn

f.      Diare

g.     Kolitis ulseratif

6.     Risiko Cedera (D.0136)

Definisi : Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik

Faktor resiko :

Eksternal

a.      Terpaparpatogen

b.     Terpapar zat kimia

c.      Terpapar agen nosocomial

d.     Ketidak amanan transportasi

Internal

a.      Ketidaknormalan profil darah

b.     Perubahan orientasi afektif

c.      Perubahan sensasi

d.     Disfungsi autoimun

e.      Disfungsi biokimia

f.      Hipoksia jaringan

g.     Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

h.     Malnutrisi

i.       Perubahan fungsi psikomotor

j.       Perubahan fungsi kognitif

Kondisi Klinis Terkait :

a.      Kejang

b.     Sinkp

c.      Vertigo

d.     Gangguan penglihatan

e.      Gangguan pendengaran

f.      Penyakit Parkinson

g.     Hipotensi

h.     Kelainan nervus vestibularis

i.       Retardasi mental

7.     Risiko Infeksi (D.0141)

Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang mikroorganisme patogenik

Faktor resiko :

a.      Penyakit kronis (misalnya diabetes mellitus)

b.     Efek prosedur invasive

c.      Malnutrisi

d.     Peningkatan paparan mikroorganisme pathogen lingkungan

e.      Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

f.      Gangguan peristaltic

g.     Kerusakan integritas kulit

h.     Perubahan sekresi Ph

i.       Penurunan kerja siliaris

j.       Keuban pecah lama

k.     Ketuban pecah sebelum waktunya

l.       Merokok

m.   Status cairan tubuh

n.     Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

o.     Penurunan haemoglobin

p.     Imununosupresi

q.     Leukopenia

r.      Supresi respon inflamasi

s.      Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi Klinis Terkait :

a.      AIDS

b.     Luka bakar

c.      Penyakit paru onstruktif kronis

d.     Diabetes mellitus

e.      Tindakan invasive

f.      Kondisi pengguanaan terapi steroid

g.     Penyalahgunaan obat

h.     Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

i.       Gagal ginjal

j.       Imunosupresi

k.     Lymphedema

l.       Leukositopenia

m.   Gangguan fungsi hati

c.      Intervensi Keperawatan

  1. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya, frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu. (D.0080)

SIKI

SLKI

Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

-        Verbaliasasi kebingungan menurun

-        Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

-        Perilaku gelisah menurun

-        Perilaku tegang menrun

-        Palpitasi menurun

-        Frekuensi pernapasan menurun

-        Frekuensi nadi menurun

-        Tekanan darah menurun

-        Diaphoresis menurun

 

Reduksi Ansietas (1.093314)

Observasi

1.     Monotor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

2.     Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

3.     Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian

4.     Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

5.     Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi

6.     Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis

7.     Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

8.     Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

9.     Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

 

  1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh nyeri tampak meringis, bersikap protektif (misal waspada. Posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, Tekanan darah meningkat, Pola napas berubah, Nafsu makan berubah, Proses berfikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis (D.0077)

SIKI

SLKI

Tingkat nyeri menurun (L. 08066)

Dengan kriteria hasil :

-        Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat

-        Keluhan nyeri menurun

-        Meringis menurun

-        Sikap protektif menurun

-        Gelisah menurun

-        Kesulitan tidur menurun

-        Menarik diri menurun

-        Berfokus pada diri sendiri menurun

-        Diaphoresis menurun

-        Perasaan depresi (tertekan) menurun

-        Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun

-        anoreksia menurun

-        ketegangan otot menurun

-        pupil dilatasi menurun

-        Mual menurun

-        muntah menurun

-        Frekuensi nadi membaik

-        Pola napas membaik

-        Tekanan darah membaik

-        Proses berfikir membaik

-        Focus membaik

-        Fungsi berkemih membaik

-        Perilaku membaik

-        Nafsu makan membaik

-        Pola tidur membaik

Manajemen Nyeri (I. 08238)

Observasi

1.     Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2.     Identifikasi skala nyeri

3.     Identifikasi respon nyeri non verbal

4.     Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5.     Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6.     Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7.     Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8.     Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9.     Monitor efek samping penggunaan analgetic

Terapeutik

10.  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

11.  Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

12.  Fasilitasi istirahat dan tidur

13.  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

A.    Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

B.    Jelaskan strategi meredakan nyeri

C.    Anjurkan memonitor neyri secara mandiri

D.    Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

E.     Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

F.     Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

 

  1. Gangguan mobilitas fisik b.d d.d Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas Kekuatan otot menurun, Rentang gerak (ROM) menurun Nyeri saat bergerak, Enggan melakukan pergerakan, Merasa cemas saat bergerak Sendi kaku, Gerakan tidak terkoordinasi, Gerakan terbatas, Fisik lemah (D.0054)

SIKI

SLKI

Mobilitas fisik meningkat (L. 05042)

Dengan kriteria hasil :

-        Pergerakan ekstremitas meningkat

-        Kekuatan otot meningkat

-        Tentang gerak (ROM) meningkat

-        Nyeri menurun

-        Kecemasan menurun

-        Kaku sendi menurun

-        Gerakan tidak terkoordinasi menurun

-        Gerakan terbatas menurun

-        Kelemahan fisik menurun

Dukungan Ambulasi (1.06171)

Observasi

1.     Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2.     Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

3.     Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

4.     Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

5.     Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)

6.     Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

7.     Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

8.     Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

9.     Anjurkan melakukan ambulasi dini

10.  Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

 

  1. Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah d.d Kulit teraba dingin, Menggigil, Suhu tubuh di bawah normal Akrosianosis, Bradikardi, Dasar kuku sianotik, Hipoglikemia, Hipoksia, Pengisian kapiler >3 detik, Konsumsi oksigen meningkat, Ventilasi menurun, Piloereksi, Takikardi, Vasokontriksi perifer, Kutis memorata (pada neonatus) (D.0131)

SIKI

SLKI

Termoregulasi membaik (L. 14134)

Dengan kriteria hasil :

-        Menggigil menurun

-        Kulit merah menurun

-        Kejang menurun

-        Akrosianosis menurun

-        Konsumsi oksigen menurun

-        Piloereksi menurun

-        Vasokontriksi perifer menurun

-        Kutis memorata menurun

-        Pucat menurun

-        Takikardi menurun

-        Takipnea menurun

-        Bradikardi menurun

-        Dasar kuku sianolik menurun

-        Hipoksia menurun

-        Suhu tubuh membaik

-        Suhu kulit membaik

-        Kadar glukosa darah membaik

-        Ventilasi membaik

-        Tekanan darah membaik

Manajmen Hipotermia (1.14507)

Observasi

1.     Monitor suhu tubuh

2.     Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolism, kekurangan lemak subkutan)

3.     Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (Hipotermia ringan : takipnea, disartria, menggigil, hipertensi, diuresis; Hipotermi sedang : aritmia, hipotensi, apatis, koagulopati, reflex menurun; Hipotermi berat : oliguria, reflex menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)

Terapeutik

4.     Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan, inkubator)

5.     Ganti pakaian dan/atau linen yang basah

6.     Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, menutup kepala, pakaian tebal)

7.     Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, botol hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)

8.     Lakukan penghangatan aktif internal (mis. Infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)

Edukasi

9.     Anjurkan makan/minum hangat

 

  1. Risiko Hipovolemia (D.0034)

SIKI

SLKI

Status cairan membaik (L. 03028)

Dengan kriteria hasil :

-        Kekuatan nadi meningkat

-        Turgor kulit meningkat

-        Output urin meningkat

-        Pengisian vena meningkat

-        Ortopnea menurun

-        Dyspnea menurun

-        Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun

-        Edema anasarka menurun

-        Edema perifer menurun

-        Berat badan menurun

-        Distensi vena jugularis menurun

-        Suara napas tambahan menurun

-        Kongesti paru menurun

-        Perasaan lemah menurun

-        Keluhan haus menurun

-        Konsentrasi urin menurun

-        Frekuensi nadi membaik

-        Tekanan darah membaik

-        Tekanan nadi membaik

-        Membrane mukosa membaik

-        Jugular Vanous Pressure (JVP) membaik

-        Kadar Hb membaik

-        Kadar Ht membaik

-        Refluks hepatojugular membaik

-        Berat badan membaik

-        Hepatomegaly membaik

-        Oliguria membaik

-        Intake cairan membaik

-        Status mental membaik

-        Suhu tubuh membaik

Manajemen Hipovolemia (I.03116)

Observasi

1.     Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa, kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)

2.     Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

3.     Hitung kebutuhan cairan

4.     Berikan posisi modified trendelenburg

5.     Berikan asupan cairan oral

Edukasi

6.     Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

7.     Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

8.     Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis. Nacl, RL)

9.     Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)

10.  Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)

11.  Kolaborasi pemberian produk darah

 

  1. Risiko Cedera (D.0136)

SIKI

SLKI

Tingkat cedera menurun (L. 14136)

Dengan kriteria hasil :

-        Toleransi aktivita meningat

-        Nafsu makan meningkat

-        Toleransi makana meningkat

-        Kejadian cedera menurun

-        Luka/lecet menurun

-        Ketegangan otot menurun

-        Fraktur menurun

-        Perdarahan menurun

-        Ekspresi wajah kesakitan menurun

-        Agitasi menurun

-        Iritabilitas menurun

-        Gangguan mobilitas menurun

-        Gangguan mobilitas menurun

-        Gangguan kognitif menurun

-        Tekanan darah membaik

-        Frekuensi nadi membaik

-        Frekuensi napas membaik

-        Denyut jantung apical membaik

-        Denyut jantung radialis membaik

-        Pola istirahat/tidur membaik

Pencegahan Cedera (1.14537)

Observasi

1.     Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera

2.     Idetifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera

3.     Identifikai kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

Terapeutik

4.     Sediakan pencahayaan yang memadai

5.     Gunakan lampu tidur selama jam tidur

6.     Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis. Penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar mandi)

7.     Gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cedera serius

8.     Sediakan alas kaki anti slip

9.     Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu

10.  Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau

11.  Pastikan barang barang pribadi mudah dijangkau

12.  Pertahankan posisi tempat tidur diposisi terendah saat digunakan

13.  Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci

14.  Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan

15.  Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor pada tempat tidur atau kursi

16.  Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang diperlukan

17.  Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis, tongkat atau alat bantu jalan)

18.  Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien

19.  Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

20.  Jelaskan alasan intervensi pecegahan jatuh ke pasien dan keluarga

21.  Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri

 

 

 

  1. Risiko Infeksi (D.0141)

SIKI

SLKI

Tingkat infeksi menurun (L. 14137)

Dengan kriteria hasil :

-        Kebersihan tangan meningkat

-        Kebersihan badan meningkat

-        Nafsu makan meningkat

-        Demam menurun

-        Kemerahan menurun

-        Nyeri menurun

-        Bengkak menurun

-        Vesikel menurun

-        Cairan berbau busuk menurun

-        Sputum berwarna hijau menurun

-        Drainase purulent menurun

-        Piuna menurun

-        Periode malaise menurun

-        Periode menggigil menurun

-        Letargi menurun

-        Gangguan kognitif menurun

-        Kadar sel darah putih membaik

-        Kultur darah membaik

-        Kultur urin membaik

-        Kultur sputum membaik

-        Kultur area luka membaik

-        Kultur feses membaik

-        Kultur sel darah putih membaik

Pencegahan Infeksi (I.14539)

Observasi

1.     Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi

2.     Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi

3.     Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

4.     Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral

5.     Dokumentasikan informasi vaksinasi

6.     Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

Edukasi

7.     Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek samping

8.     Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah

9.     Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah

10.  Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus

11.  Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi kembali

12.  Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis

 

 

d.     Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yaitu telah direncanakan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit. Pemulihan kesehatan dan mempasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik.

e.      Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan diri rencana keperawatan tercapai atau tidak. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan pasien berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:

1.   Mengakhiri tindakan keperawatan (pasien telah mencapai tujuan yang ditetapkan)

2.   Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (pasien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)

Adapun evaluasi keperawatan pada pasien Pre Op Close Fraktur Tibia Dextra adalah sebagai berikut:

1.   Tingkat ansietas menurun

2.   Tingkat nyeri menurun

3.   Mobilitas fisik meningkat

4.   Termoregulasi membaik

5.   Status cairan membaik

6.   Tingkat cedera menurun

7.   Tingkat infeksi menurun

BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian diambil tgl            : 13-10-2021                     Jam        : 11.00

Tanggal Masuk                       : 12-10-2021                     No. reg  : 0529xx

Ruangan / Kelas                     : OK

No.  Kamar                             : OK

Diagnosa Masuk                     : Fraktur Tibia D

Diagnosa Medis                      : Fraktur Tibia D

I.        IDENTITAS

1.       Nama                                              : Sdr.A

2.       Umur                                              : 21th

3.       Jenis Kelamin                                : Laki-laki

4.       Agama                                            : Islam

5.        Suku / Bangsa                               : Jawa/Indonesia

6.       Bahasa                                            : Jawa/Indonesia

7.       Pendidikan                                     : SMP

8.       Pekerjaan                                       : Karyawan Toko

9.       Alamat                                           : Ds.Dono, Kec.Sendang,

                                                                          Kab.Tulungagung

10.    Alamat yg mudah dihubungi         : Ds.Dono, Kec.Sendang,

                                                                          Kab.Tulungagung

11.    Ditanggung oleh                            : Askes / Astek / Jamsostek /

                                                                          JPS / Sendiri

 

II.        RIWAYAT KESEHATAN KLIEN

1.               Keluhan utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit                 : 

            a.  Alasan Masuk  Rumah Sakit         :

                 Nyeri kaki kanan post KLL

            b.  Keluhan Utama      :

                 Nyeri

2.               Riwayat Penyakit Sekarang ( PQRST ) :

Pada tanggal 12-okt-2021 pukul 09.30, px mengalami KLL saat hendak pergi bekerja, px mengeluh sakit pada kaki kanan, px langsung dibawa ke IGD RSPW ,saat dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil : TD: 120/80, N: 84, RR: 20, S :36.5 .Dilakukan pemeriksaan rontgen dan didapatkan px mengalami fraktur tibia dexstra px tampak gelisah. Px dijadwalkan melakukan operasi pada tgl 12-okt-2021 pukul 14.00, px dibawa keruang rawat inap

3.               Riwayat Kesehatan Yang Lalu                :  tidak ada

4.               Riwayat Kesehatan Keluarga                  :  tidak ada

 

III.        POLA AKTIFITAS SEHARI-HARI

 

 

SEBELUM MASUK RS

DI RUMAH SAKIT

 

A.      Pola Tidur / Istirahat

  1. Waktu Tidur

 

  1. Waktu Bangun

 

  1. Masalah  Tidur

 

  1. Hal-hal yang mempermudah tidur

 

  1. Hal-hal yang mempermudah pasien terbangun

 

 

22.00

 

04.00

 

Tidak ada

 

 

Suasana nyaman

 

 

Suara bising

 

 

Sewaktu-waktu

 

Sewaktu-waktu

 

Rasa nyeri

 

 

Efek obat

 

 

Saat nyeri timbul

 

 

 

B.      Pola Eliminasi

1.       BAB

-      Warna

-      Bau

-      Konsistensi

-      Jumlah

-      Frekwensi

-      Kesulitan  BAB

-      Upaya mengatasi

 

2.       BAK

-      Warna

-      Bau

-      Konsistensi

-      Jumlah

-      Frekwensi

-      Kesulitan  BAK

-      Upaya mengatasi

 

 

 

Kuning

Khas

Lunak

Tidak terkaji

2x/hari

Tidak ada

Tidak ada

 

 

 

Kuning jernih

Khas urin

Cair

Tidak terkaji

5-6x/hari

Tida ada

Tidak ada

 

 

 

Kuning

Khas

Lunak

Tidak terkaji

1x/hari

Fraktur tibia

Dibantu keluarga

 

 

 

Kuning jernih

Khas urin

Cair

Tidak terkaji

3x/hari

Tidak ada

Tidak ada

 

C.      Pola Makan dan Minum

1.                       Makan

-        Frekwensi

-        Jenis

-        Diit

-        Pantangan

-        Yang Disukai

-        Yang Tdk disukai

-        Alergi

-        Masalah makan

-        Upaya mengatasi

 

2.       Minum

-        Frekwensi

-        Jenis

-        Diit

-        Pantangan

-        Yang Disukai

-        Yang Tdk disukai

-        Alergi

-        Masalah minum

-        Upaya mengatasi

 

 

 

 

3x/hari

Nasi,sayur,lauk

Tidak ada

Tidak ada

Semua suka

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

 

 

 

 

1,5L/hari

Air putih

Tidak ada

Tidak ada

Semua suka

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

 

 

 

 

Px puasa 6 jam pre op

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Px puasa 6 jam pre op

 

D.      Kebersihan diri / personal hygiene  :

1.       Mandi

2.       Keramas

3.       Pemeliharaan gigi dan mulut

4.       Pemeliharaan kuku

5.       Ganti pakaian

 

 

 

2x/hari

1x/hari

2x/hari

 

Dipotong jika panjang

2x/hari

 

 

 

Px hanya dilap

E.      Pola Kegiatan / Aktifitas Lain

Px bekerja sbg karyawan toko

Px bedrest

 

F.       Kebiasaan

-      Merokok

-      Alkohol

-      Jamu, dll

 

 

Ya

Tidak

Tidak

 

 

Tidak

Tidak

Tidak

 

 

IV.        DATA PSIKO SOSIAL

A.    Pola Komunikasi         :

            Komunikasi

B.    Orang yang paling dekat dengan klien :

Orang tua

C.    Rekreasi

Hobby  : memancing

Penggunaan Waktu Senggang             :

memancing

D.    Dampak dirawat di Rumah Sakit         :

Tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa

E.     Hubungan dengan orang lain / interaksi sosial            :          

Interaksi sosial efektif

F.     Keluarga yang dihubungi bila diperlukan       :

            Orang tua

 

V.         KONSEP  DIRI

A.                                                   Gambaran  Diri

Px percaya akan sembuh

B.                                                   Harga  Diri

Px tidak malu dengan kondisinya yang sekarang

C.                                                   Ideal  Diri

Px ingin segera sembuh

D.                                                   Identitas  Diri

Px ingin segera beraktivitas seperti biasanya

E.                                                    Peran

Px anak pertama dari 3 bersaudara

 

VI.        DATA SPIRITUAL

A.    Ketaatan Beribadah                 :

Sholat 5 waktu

B.    Keyakinan terhadap sehat / sakit         :

Px yakin akan kesembuhan

C.    Keyakinan terhadap penyembuhan     :

Px yakin akan segera sembuh

 

VII.        PEMERIKSAAN FISIK

A.      Kesan Umum / Keadaan Umum         

            Px tampak menyeringai dan gelisah

B.      Tanda – tanda vital                  

            Suhu Tubuh                :  37c                           Nadi                : 84x/m

            Tekanan darah            :  120/70                      Respirasi         : 20x/m

            Tinggi Badan              :  170cm                      Berat Badan    : 65kg

C.      Pemeriksaan Kepala dan Leher

1.                       Kepala dan rambut

a.    Bentuk Kepala                 : bulat simetris

Ubun-ubun                       : normal keras

Kulit kepala                     :bersih tidak ada lesi

b.   Rambut

Penyebaran dan keadaan rambut : merata

Bau                                   : khas keringat

Warna                              : hitam

c.    Wajah

Warna Kulit                     : sawo matang

Struktur Wajah    : simetris

2.                       Mata

a.        Kelengkapan dan kesimetrisan  :Lengkap simetris

b.       Kelopak  Mata  ( Palpebra )  :

normal tidak ada benjolan

c.        Konjuctiva dan sklera      :

konjuctiva non anemis , sklera putih

d.       Pupil        :

isokor

e.        Kornea dan iris    

normal

f.        Ketajaman penglihatan / visus    :

tidak terkaji

g.       Tekanan bola mata          :

tidak terkaji

3.                       Hidung

a.    Tulang hidung dan posisi septum nasi       :

normal simetris

b.   Lubang Hidung :

normal simetris

c.    Cuping hidung       :

normal tidak ada pernafasan cuping hidung

4.                       Telinga

a.    Bentuk telinga        :  normal simetris

Ukuran telinga                   :  normal

Ketenggangan telinga        :  normal

b.   Lubang telinga       :

bersih

c.    Ketajaman pendengaran    :

normal

5.                       Mulut dan faring

a.    Keadaan bibir         :

mukosa kering

b.   Keadaan gusi dan gigi        :

bersih

c.    Keadaan lidah        :

bersih

d.   Orofarings  : -

6.                       Leher

a.    Posisi trakhea                     : normal simetris

b.   Tiroid                                 : tidak ada pembesaran tiroid

c.    Suara                                  :  normal

d.   Kelenjar Lymphe               :  tidak ada pembesaran

e.    Vena jugularis                    :  tidak ada bendungan

f.    Denyut nadi coratis             : teraba 84x/m

 

D.      Pemeriksaan Integumen  ( Kulit )

a.           Kebersihan             :  bersih

b.           Kehangatan            :  akral hangat

c.           Warna                                 : sawo matang

d.           Turgor                                :  <2 detik

e.           Tekstur                   :  normal

f.            Kelembaban                       :  lembab

g.           Kelainan pada kulit : tidak ada

 

E.      Pemeriksaan payudara dan ketiak

  1. Ukuran dan bentuk payudara  :

normal simetris

  1. Warna payudara dan areola    :

coklat

  1. Kelainan-kelainan payudara dan puting         :

tidak ada

  1. Axila dan clavicula     :

normal

 

F.       Pemeriksaan Thorak / dada

1.                                                               Inspeksi Thorak

a.    Bentuk Thorak                   :  normal chest

b.   Pernafasan             

Frekwensi               :  20x/m

Irama                                  :  reguler

c.    Tanda-tanda kesulitan bernafas                 :

tidak ada

2.                                                               Pemeriksaan Paru

a.    Palpasi getaran suara  ( vocal fremitus )    :

normal terdengar diseluruh lapang paru

b.   Perkusi                   :

sonor

c.    Auskultasi 

Suara  Nafas           :

Tidsk terdapat suara nafas tambahan

Suara  Ucapan        :

Intensitas dan kualitas sama

Suara  Tambahan   :

Tidak ada

3.                                                               Pemeriksaan Jantung

a.    Inspeksi dan Palpasi

-  Pulsasi                :  terdapat pulsasi

-  Ictus cordis         :  tidak ada ictus cordis

b.   Perkusi

Batas-batas jantung            :

Kanan atas : ics 2 linea sternalis dextra, kiri atas : ics 2 linea sternalis sinistra

Kanan bawah : ics 4 linea sternalis sinistra, kiri bawah : ics 5 linea mid clavicula sinistra.

c.    Auskultasi

-      Bunyi jantung  I: lup : ics 4 linea sternalis sinistra,ics 5 midclavicula dxtra

-      Bunyi jantung  II: dup : ics 2 linea sternalis sinistra, ics 2 linea sternalis sinistra

-      Bunyi jantung Tambahan          :  tidaka ada

-      Bising / Murmur                        :  tidak ada

-      Frekwensi denyut jantung         :  88x/m

                                                                          

G.     Pemeriksaan Abdomen

a.                                                                                    Inspeksi

-       Bentuk abdomen :  normal

-      Benjolan / Massa :  tidak ada

-      Bayangan pembuluh darah pada abdomen : tidak terlihat

b.                                                                                   Auskultasi

-      Peristaltik Usus                :  16x/m

 

c.   Palpasi

-      Tanda nyeri tekan :  tidak ada

-      Benjolan / massa :  tidak ada

-      Tanda-tanda ascites         :  tidak ada

-      Hepar                               :  normal tidak ada pembesaran

-      Lien                                  :  tidak ada nyeri tekan

-      Titik Mc. Burne               :  tidak ada nyeri tekan

 

d.   Perkusi

-      Suara Abdomen

tympani

-      Pemeriksaan Ascites

Tidak ada acites

 

H.     Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya

1.                                                               Genetalia

a.    Kelainan – kelainan pada genetalia eksterna dan daerah inguinal

tidak ada

2.                                                               Anus dan Perineum

a.    Lubang  anus          :

tidak terkaji

b.   Kelainan – kelainan pada anus dan perineum  :

tidak ada

                                   

I.        Pemeriksaan Muskuloskeletal ( Ekstrimitas )

a.   Kesimetrisan Otot                   :

otot simetris, kaki kanan terdapat fraktur tibia

b.   Pemeriksaan Oedem   :

tidak ada oedem

c.   Kekuatan Otot             :

            5  5

            5  3

d.   Kelainan – kelainan pada ekstrimitas dan kuku         :

terdapat fraktur tibia di kaki kanan

                             

J.       Pemeriksaan Neurologi

1.                                                               Tingkat  kesadaran ( secara kuantitatif  )  / GCS        :

Compos mentis 456

2.                                                               Tanda – tanda rangsangan otak ( meningeal sign )    :

Tidak ada

3.                                                               Syaraf otak ( Nervus cranialis )                      :

Tidak ada kelainan syaraf

4.                                                               Fungsi Motorik           :

normal

5.   Fungsi Sensorik          :

normal

6.   Refleks            :

a.       Refleks Fisiologis

Terdapat reflek

b.       Refleks Patologis

normal tidak ada reflek patologis

                                   

K.     Pemeriksaan Status Mental

a.       Kondisi Emosi / Perasaan

stabil

b.       Orientasi

pasien dapat berorientasi dengan baik

c.       Proses berfikir ( ingatan, atensi, keputusan, perhitungan )

proses berfikir dan daya ingat baik

d.       Motivasi ( Kemauan )

px ingin segera sembuh

e.       Persepsi

baik

f.        Bahasa

Jawa indonesia

 

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A.  Diagnosa Medis                 :  fraktur tibia dextra

B.  Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis         :

1.                                                                   Laboratorium

           

 

2.                                                                   Rontgen

            


 

3.                                                                   E C G

 

PENATALAKSANAAN  DAN  TERAPI

  1. inj santagesik 1x 2mg
  2. inf RL 500ml/14 tpm

    

ANALISA DATA

Nama pasien  : Sdr.A

Umur               : 21th

No. Register    : 0529xx

NO

KELOMPOK DATA

PENYEBAB

MASALAH KEPERAWATAN

1.

Tanda Mayor

DS :  px mengatakan nyeri pada kaki kanan

DO :

-  px tampak menyeringai

-  px tampak gelisah

 

Tanda Minor

DS : -

DO :

-  TD : 110/20mmHg

-  N : 8x/m

-  RR : 20x/m

-  S : 37c

P : Post KLL

Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk

R : Tibia Dextra

S : skala 5

T : nyeri bertambah saat kaki digerakkan

Trauma langsung/tidak langsung

 

Tulang tidak kuat menahan tekanan dar luar

 

FRAKTUR

 

Tindakan pembedahan

 

PRE OP

 

Kerusakan sel tulang

 

Diskontinuitas tulang

 

Jaringan syaraf rusak

 

Implus nyeri dibawa ke otak

 

Nyeri Akut

2.

Tanda Mayor

DS : Px mengatakan khawatir dengan prosedural operasi

DO :

-  Px tampak gelisah

 

Tanda Minor

DS :Px mengeluh pusing

DO :

-  k/u baik, GCS 456

-  suara px terdengar bergetar

-  TD : 110/20mmH

N : 8x/m

RR : 20x/m

S : 37c

Trauma langsung/tidak langsung

 


Tulang tidak kuat menahan tekanan dar luar

 

FRAKTUR

 

Tindakan pembedahan

 

PRE OP

 

Perubahan status kesehatan

 


Defisit pengetahuan

 

Ansietas

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien  : Sdr.A

Umur               : 21th

No. Register    : 0529xx

 

NO

TANGGAL MUNCUL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1

 

 

13-10-2021

 

13-10-2021

Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan d.d px mengeluh nyeri

 

Ansietas b.d deficit pengetahuan d.d px tampak gelisah


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien  : Sdr.A

Umur               : 21th

No. Register    : 0529xx

 

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

LUARAN (SLKI)

INTERVENSI (SIKI)

1.

Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan d.d px mengeluh nyeri

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam diharapkan:tingkat nyeri menurun(L08066)

a.    keluhan nyeri menurun

b.   meringis menurun

c.    sikap protektif menurun

d.   gelisah menurun

e.    kesulitan tidur menurun

f.    frekuensi nadi membaik

 

Manajemen nyeri (1.08238)

Observasi:

1.   identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kuantitas,intensitas nyeri.

2.   Identifikasi skala nyeri

3.   Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik:

4.   Berikan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

5.   Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi:

6.   Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri

7.   Ajarkan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:

8.   Pemberian analgetik jika perlu

 

2.

Ansietas b.d deficit pengetahuan d.d px tampak gelisah

Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat Ansietas menurun(L. 09093)

a.    Verbalisasi kebingungan menurun

b.   Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

c.    Perilaku gelisah menurun

d.   Perilaku tegang menurun

e.    Konsentrasi membaik

f.    Pola tidur membaik

Reduksi Anxietas (I.09314)

Observasi:

1.   Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)

2.   Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

3.   Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal

Terapeutik:

4.       Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

5.       Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan

6.       Pahami situasi yang membuat anxietas

7.       Dengarkan dengan penuh perhatian

8.       Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

9.       Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

10.    Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi:

11.    Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

12.    Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis

13.    Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

14.    Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan

15.    Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

16.    Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan

17.    Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

18.    Latih teknik relaksasi

 

TINDAKAN KEPERAWATAN                                                                                                                                  CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Sdr.A                             Umur : 21th                                    No. Register : 0529xx                                       Kasus : fraktur tibia dextra

 

NO

 

NO. DX

TANGGAL/ JAM

 

IMPLEMENTASI

TANDA TANGAN

TANGGAL/ JAM

 

E V A L U A S I

TANDA TANGAN

1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

13-10-2021

13.00

 

 

13.10

 

 

13.15

 

 

13.30

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

13-10-2021

13.05

 

 

13.10

 

 

13.20

13.30

 

 

 

 

13.35

 

 

 

1.   Mengidentifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi, kualitas,intensitas nyeri.

H: P: post KLL

     Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk

      R: tibia dextra

      S: skala nyeri 5

      T: nyeri bertambah saat kaki digerakkan

2.   Mengidentifikasi skala nyeri

H: skala nyeri 5

3.   Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

H: px tampak menyeringai dan gelisah

4.   Memberikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri

H: mengajari px latian nafas dalam

5.   Menjelaskan strategi meredakan nyeri

H: px dan keluarga faham cara nafas dalam secara mandiri

 

 

 

1.   Memonitor tanda-tanda ansietas

     H: px tampak gelisah,suara bergetar

2.   Memotivasi situasi yang memicu kecemasan

      H: menjelaskan manfaat dari operasi

3.   Mendiskusikan tentang peristiwa yang akan datang

4.   Menjelaskan prosedur, termasuk sensasi yang akan dialami

H: px faham akan prosedur singkat dan sensasi pemberian anestesi

5.   Menginformasi secara faktual mengenal diagnosis,pengobatan

H: px faham akan penyakitnya dan keharusan untuk operasi

 

13-10-2021

14.00

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

13-10-2021

14.00

S :

-   Px mengatakan nyeri pada kaki kanan

O :

-   Px tampak menyeringai

-   Px tampak gelisah

-   Px dan keluarga faham cara nfas dalam secara mandiri

     P: post KLL

     Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk

      R: tibia dextra

      S: skala nyeri 5

      T: nyeri bertambah saat kaki digerakkan

A :

-   Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi

P :

-   Intervensi dihentikan px masuk ke ruang operasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

S :

-   Px faham prosedur singkat operasi

-   Px mengatakan faham akan penyakitnya dan keharusan operasi

-   Suara px terdengar bergetar

O :

-   Px tampak gelisah

   

TD : 110/70mmHg

N : 88x/m

RR : 20x/m

S : 37c

A :

-   Masalah keperawatan ansietas teratasi sebagian

P :

-   Intervensi dihentikan px masuk ke ruang operasi

 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

A.   Trend dan Issue Keperawatan

a.     Trend

Trend adalah sesuatu yang sedang “menjamur” atau sedang disukai dan digemari oleh orang banyak yang sesuai dengan fakta. Trend merupakan suatu pola dari peristiwa-peristiwa atau perilaku yang sama-sama dialami oleh banyak orang. Trend juga merupakan hal yang sangat mendasar dalam pendekatan analisa yang merupakan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi saat ini yang biasanya sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat. (Nasir, 2016)

b.     Issue

Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang dan merupakan suatu hal yang sedang dibicarakan banyak orang tetapi masih belum jelas fakta atau buktinya. (Nasir, 2016)

c.      Trend dan Issue Keperawatan

Trend dan Issue keperawatan merupakan suatu yang sedang dibicarakan banyak orang tentang praktek ataupun mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta atau tidak, trend dan issue keperawatan tentunya menyangkut aspek legal dan etis dalam dunia keperawatan. (Nadziel, 2013)

B.    Protokol ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) sebagai Trend dan Issue Keperawatan Bedah

a.     Definisi ERAS

Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) dikenal juga sebagai fast track surgery atau Enhanced Recovery Protocol (ERP) adalah penatalaksanaan perioperasi yang berbasis multimodal yang didesain untuk menurunkan morbiditas, lama rawat inap, meningkatkan waktu pemulihan paska operasi dan meminimalkan komplikasi paska operasi. ERAS menggabungkan beberapa teknik perioperasi yang bertujuan untuk mobilisasi dini paska operasi dan menurunkan respon stress selama operasi.

Protocol ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) merupakan jalur perawatan perioperative multimodal yang mengembalikan keadaan fisiologis tubuh pasca operasi seoptimal sebelum pembedahan dan mengurangi dampak stress bedah (Kehlet,2014). Berdasarkan penelitian di Tiongkok , pasien dengan kepatuhan ERAS 80-100% memiliki presentasi komplikasi 16,7% dan median lama rawat inap 8 hari. Bila di bandingkan, pasien dengan kepatuhan 0-60% pada penelitian yang sama memiliki presentase komplikasi 41,3% dengan median lama rawat selama 12 hari (Li et al,2017).

b.     Tujuan

Secara umum ERAS bertujuan untuk mengoptimalkan persiapan operasi, mencegah/ menghindari cedera iatrogenik intraoperative, meminimalkan respon stress setelah pembedahan, mengurangi atau mengatasi perubahan metabolik yang terjadi, mempercepat penyembuhan dan kembalinya fungsi normal, mendeteksi sedini mungkin adanya proses penyembuhan yang tidak normal dan melakukan intervensi sedini mungkin jika diperlukan.

c.      Manfaat

Implementasi ERAS pada pasien operasi memilik manfaat baik untuk pasien maupun penyedia layanan kesehatan. Jika proses ERAS dimulai sejak preadmisi atau bahkan dimulai pada setting pelayanan kesehatan primer, pasien akan lebih siap dioperasi saat admisi, yang secara tidak langsung akan mengurangi waktu tunggu operasi elektif. Di rumah sakit, ketika ERAS di implementasikan bersama dengan pelayanan lainnya yang berbasis bukti, maka tidak ada perubahan fisiologi yang berarti sehingga proses pemulihanpun akan berlangsung cepat. Nyeri, disfungsi usus postoperative (pada operasi colorectal) dan imobilisasi terminimalkan. Hasilnya, lama rawat pasien di rumah sakit akan lebih singkat, risiko komplikasi terkait perawatan dan risiko infeksi nosokomial berkurang. ERAS dapat meningkatkan hubungan baik antar pasien dan professional pemberi asuhan (dokter, perawat, ahli gizi, dll), meningkatkan kepercayaan pasien dan kerjasama pasien  serta mampu meningkatkan kepuasan pasien.

Sistem ERAS sangat relevan diimplementasikan di era Jaminan Kesehatan Nasional karena mampu mewujudkan pelayanan yang efisien tanpa meninggalkan prinsip keselamatan pasien (patient safety) dan pelayanan berfokus pada pasien (patient centered care).

d.     Alur ERAS

Tabel  Alur ERAS diambil dari Ljundqvist O, Scott M, Fearon KC. 2017. Enhanced Recovery After Surgery: A Review.

No

Elemen

Efek Positif

Preadmisi

1.

Menghentikan rokok dan konsumsi alkohol.

Mengurangi komplikasi

2.

Skrining preoperative, jika diperlukan dilakukan asesement, dan suport nutrisi.

Mengurangi komplikasi

3.

Mengoptimalkan medikasi penyakit kronis yang diderita pasien.

Mengurangi komplikasi

Preoperatif

1.

Konseling dan edukasi preoperatif pada pasien dan keluarga.

Mengurangi kecemasan pasien melibatkan keluarga untuk meningkatkan kepatuhan terhadap protokol perawatan.

2.

Terapi karbohidrat preoperative

Mengurasi resistensi insulin, improve well-being, percepatan pemulihan

3.

Profilaksis antitrombosis preoperative

Mengurangi komplikasi tromboemboli

4.

Profilaksis antibiotik preoperative

Mengurangi angka infeksi

5.

Profilaksis mual muntah perioperative

Mengurangi keluhan mual muntah postoperative

Intraoperatif

1.

Tehnik pembedahan yang invasive

Mengurangi komplikasi, pemulihan yang cepat, mungurangi nyeri.

2.

Anestesi yang tersetandar, menghindari penggunaan opioid yang long acting

Menghindari atau mengurangi risiko ileus, postoperatif.

3.

Menjaga keseimbangan cairan untuk menghindari terjadinya over/ underhydration, mengadministrasikan vasopressor untuk mensupport tekanan darah

Mengurangi komplikasi, mengurangi ileus postoperative

4.

Anestesi epidural untuk pembedahan terbuka

Mengurangi respon stress, insulin resisten, dan manajemen dasar postoperative

5.

Merestriksi penggunaan drain

Mensupport mobilisasi, mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan, tidak ada manfaat yang terbukti

6.

Melepas NGT sebelum pasien dibangunkan

Mengurangi risiko pneumonia, mensupport intake oral padat

7.

Mengontrol suhu tubuh menggunakan selimut aliran-udara-hangat dan cairan intravena yang dihangatkan

Mengurangi komplikasi

Postoperatif

1.

Mobilisasi dini (hari operasi)

Mensupport pemulihan pergerakan normal

2.

Intake cair dan padat secara oral sedini mungkin (ditawarkan di hari operasi)

Mensupport suplai energi dan protein, mengurangi resistensi insulin yang disebabkan kelaparan.

3.

Pelepasan kateter urin sedini mungkin dan cairan intravena (pagi setelah operasi)

Mensupport ambulasi dan mobilisasi

4.

Menggunakan permen karet dan agen laksatif dan agent penghambat opioid (jika menggunakan opioid)

Mensupport pemulihan fungsi usus

5.

Intake suplemen nutrisi kaya protein dan energi

Meningkatkan energi dan intake protein sebagai tambahan makanan normal

6.

Pendekatan multimodal untuk kontrol nyeri hemat opioid

Kontrol nyeri, mengurangi resistensi insulin, support mobilisasi

7.

Pendekatan multimodal untuk mengontrol mual muntah

Meminimalkan mual muntah postoperatif dan support energi dan intake protein

8.

Melakukan perencanaan pemulangan pasien

Menghindari penundaan pemulangan karena sebab yang tidak perlu

9.

Mengaudit proses luaran tim multiprofesional dan multidisiplin secara teratur

Memonitor dan evaluasi pelayanan (kunci perbaikan luaran)

 

e.      Protokol ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) sebagai Trend dan Issue Keperawatan Bedah

Fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis. Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliputi fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi (Asrizal, 2014; Rahmawati et al., 2018).

Fraktur tibia-fibula adalah fraktur multipel yang umum secara klinis terletak ditungkai bawah dengan empat kompertemen fasia tertutup. Hematoma hemorargik pasca fraktur dan peningkatan permiabilitas vaskuler dari reaksi inflamasi menyebabkan pembengkakan ekstremitas yang parah. Oleh karena itu, fraktur tibia dan fibula memerlukan perawatan detumescence yang efektif, jika tidak mungkin komplikasi serius seperti kegagalan penutupan primer sayatan, dehiscence sayatan, infeksi sayatan, osteomielitis, sindrom kompartemen, dan bahkan nonunion, dan kecacatan. Untuk itu fraktur tibia dan fibula memerlukan perawatan bedah.

Dalam dunia keperawatan bedah trend yang sedang ada adalah ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) yang merupakan protokol operasi baru yang menyederhanakan proses pasien sebelum, selama, dan setelah operasi. Program ini bertujuan untuk mempersingkat lama rawat inap bagi pasien dan memfasilitasi mobilitas dan pemulihan dini sekaligus meningkatkan hasil dan pengalaman pasien secara keseluruhan. (Anonim, 2022)

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Muhammad Yusuf, dkk (2021) bahwa penerapan protokol ERAS efektif sebagai upaya menurunkan Length of Stay (Lama Rawat Pasien) pasien operasi elektif digestif dengan selisih rerata LOS antara pasien dengan protokol ERAS dan tanpa ERAS adalah 4-6 hari. Memfasilitasi/ pemberian mobilisasi dini  yang termasuk dalam standar ERAS penting dilakukan karena mobilisasi dini mampu melancarkan sistem peredaran darah dan membantu sistem tubuh kembali normal, yang dibuktikan penelitian Andri, Juli., dkk (2020) bahwa pelaksanaan mobilisasi dan ambulasi dini dapat mengurangi nyeri pada pasien post op fraktur ekstremitas bawah.

Dari fakta dan opini yang ada protokol ERAS layak menjadi trend dalam dunia keperawatan bedah . Hal tersebut karena implementasi ERAS pada pasien opersi memiliki manfaat baik untuk pasien maupun penyedia layanan kesehatan juga protokol ERAS dapat mengurangi komplikasi, mengurangi rasa sakit, mempersingkat masa rawat inap, mengurangi biaya rawat inap, dan memungkinkan pasien untuk kembali hidup, dan pulih secepat mungkin.

Dari hasil diskusi kelompok bahwa protokol ERAS dapat menjadi protokol yang sangat efektif diimplementasikan dalam keperawatan khususnya keperawatan bedah karena mampu mewujudkan pelayanan yang efisien tanpa meninggalkan  prinsip keselamatan pasien (Patient Safety) dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered Care).

f.      Peran Perawat dalam Prosedur ERAS

Agar program  ERAS dapat dipertahankan dalam praktik klinis, beberapa penelitian mengacu pada pentingnya  peran perawat/ fasilitator ERAS' (Bradley Hendricks dan Carter 2012,  Rooth dan Sidhu 2012).  Telah diidentifikasi bahwa peran ini penting dalam memastikan keberhasilan penerapan ERAS dan meningkatkan kepatuhan  pasien (Bradley Hendricks dan Carter 2012).  Selama 20 tahun terakhir, peran ini semakin mapan dan, pada 2019, 150 anggota ERAS UK telah terdaftar dengan  gelar perawat ERAS atau peran serupa  seperti fasilitator, koordinator,  manajer proyek, atau spesialis perawat.

Peran perawat dalam protocol ERAS antara lain:

1.     Tindakan utama sebelum  operasi  adalah:

a.      informasi pasien yang baik;

b.     Penilaian rinci komorbiditas;

c.      Optimalisasi nutrisi (penyaringan pasien malnutrisi,pengukuran  sarkopenia);

d.     Skrining dan pengobatan anemia  pra operasi

e.      Imunonutrisi oral;

f.      Persiapan fisik pernapasan dengan  inspirometri  insentif pada pasien PPOK;

g.     Berhenti  merokok, mungkin dengan  konsultasi kecanduan.

2.     Poin penting selama  operasi  adalah:

a.      Mendukung  pendekatan invasif minimal (laparoskopi atau bantuan  robot);

b.     Batasi tekanan  insuflasi abdomen;

c.      Memastikan manajemen cairan yang lebih baik;

d.     Mendukung  penggunaan molekul anestesi short-acting;

e.     Mencapai  hemat  morfin intraoperative

3.     Setelah  intervensi, tindakan yang dilakukan adalah:

    1. Pelepasan awal slang nasogastrik (idealnya pada akhir operasi,  sebelum  pergi ke ruang pemulihan);
    2. Manajemen nyeri yang optimal dengan  hemat  morfin
    3. Pencegahan mual dan muntah;
    4. Memberi makan
    5. Mobilisasi dini.

g.     Evidance Based Practice ERAS Protocol

Titlte

Pupolation

Intervention

Comparison

Outcomes

Study design

Penerapan Protokol Enhance Recovery After Surgery (ERAS) pada Pasien Operasi Elektif Digestif sebagai Upaya Menurunkan Length of Stay Pasien Pasca Pembedahan di RSUD dr. Zaenal Abidin Banda Aceh Tahun 2019

Yusuf, Muhammad, Teuku Yasir, dan Rovy Pratama (2021)

Penelitian ini dilakukan pada pasien usia dewasa (18–50 tahun) yang akan menjalani operasi elektif digestif di RSUDZA sebanyak 84 pasien sesuai dengan kriteria inklusi.

Penelitian dilakukan selama 5 bulan sejak bulan April hingga Agustus 2019. Sebanyak 84 pasien terlibat dalam penelitian ini dengan distribusi 42 orang pada masing-masing kelompok untuk menerapkan protokol ERAS.

Subjek penelitian dibedakan menjadi 2 kelompok yakni kelompok dengan protokol ERAS dan tanpa protokol ERAS.

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan penerapan protokol ERAS memiliki masa perawatan lebih singkat dibanding tanpa protokol ERAS atau metode konvesional (p<0,05). Selisih rerata LOS antara pasien dengan protokol ERAS dan tanpa ERAS 4.6 hari. Dengan menggunakan metode ini, Gillissen, dkk (2013) berhasil menurunkan LOS pasien dengan pembedahan kolerektal dari 10 hari menjadi 6 hari. Selanjutnya Bardaram, dkk melaporkan protokol ERAS mempersingkat masa penyembuhan 8 pasien yang menjalani prosedur pembedahan reseksi sigmoid dan pulang setelah 2 hari perawatan.

Menggunakan uji statistik Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% dan design penelitian true eksperiment.

Successful Implementation of an Enhanced Recovery After Surgery Program Shortens Length of Stay and Improves Postoperative Pain, and Bowel and Bladder Function After Colorectal Surgery (Implementasi yang Berhasil dari Program Pemulihan Setelah Pembedahan yang Ditingkatkan Memperpendek Masa Rawat Inap dan Meningkatkan Nyeri Pasca Operasi, serta Fungsi Usus, dan Kandung Kemih Setelah Operasi Kolerektal)

Sarin, A., Litonius, E. S., Naidu, R., Yost, C. S., Varma, M. G., & Chen, L. (2016).

Semua pasien yang menjalani operasi perut kolerektal di satu RS di University of California, San Frascisco.

Implementasi prosedur pra-ERAS dilakukan dari Juni 2012 hingga Agustus 2013 (terhitung 14 bulan) dengan 298 prosedur pada 245 pasien dan setelah itu dimulainya implementasi ERAS dengan 310 prosedur pada 279 pasien yang menjalani operasi perut kolerektal.

Penelitian ini membandingkan kelompok pra-ERAS dan ERAS.

ERAS menurunkan lama rawat inap total rata-rata RS (6,4 hingga 4,4 hari) dan lama rawat inap pasca prosedur (6,0 hingga 4,1 hari). Tingkat penerimaan kembali semua sebab selama 30 hari menurun dari 21 menjadi 9,4 %. Skor nyeri membaik pada hari 0 pasca operasi (3,2-2,1) dan hari 1 (3,2-2,6) meskipun opioid menurun. Waktu rata-rata untuk makanan padat pertama menurun 4,7 menjadi 2,7 hari dan durasi kateterisasi urin menurun dari 74 menjadi 46 jam.

Menggunakan statistik uji-t, uji Mann-Whitney U, dan uji eksak Fisher dan design penelitian true eksperiment.

Enhenced Recovery After Surgery (ERAS) bin Elective Intertrochanteric Fracture Patients of Hospital Stay (LOS) Without Comprasing Functional Outcome (Peningkatan Pemulihan  Setelah Operasi (ERAS) pada Pasien Fraktur Intertrochanteric Efektif Menghasilkan Pengurangan Lama Tinggal di Rumah Sakit (LOS) Tanpa Mengorbankan Hasil Fungsional.

Yan Kang, dkk. (2019)

Sebanyak 100 pasien fraktur intertrokanterik yang memenuhi kriteria inklusi.

Pasien dipilih antara Januari 2016 dan Desember 2017 yg memenuhi kriteria inklusi. Prosedur ERAS dikaitkan dengan LOS yang lebih pendek, skor VAS pasca operasi yang lebih rendah, pengurangan konsumsi opioid, mobilisasi lebih awal, peningkatan yang signifikan dalam skor HHS rata-rata pada 3 bulan pasca operasi, risiko komplikasi yang lebih rendah, tingkat penerimaan kembali yang lebih rendah, dan operasi ulang dan kemungkinan yang lebih tinggi untuk dipulangkan.

Perbadingan jalur ERAS 50 pasien dan jalur perawatan tradisional 50 pasien.

Serangkaian pasien fraktur intertrokanterika yang diobati dengan prosedur ERAS ortopedi menunjukkan bahwa prosedur ini mampu mengurangi LOS dan mempertahankan fungsi pinggul tanpa mengorbankan hasil fungsional. Rata-rata LOS pada kelompok ERAS adalah 5-7 hari (rata-rata,

5,82 ± 0,64 hari) dibandingkan dengan 7-9 hari (rata-rata, 8,21

± 0,83 hari) pada kelompok rehabilitasi tradisional. Perbedaan rata-rata LOS antara kedua kelompok secara statistik signifikan. Selanjutnya, secara signifikan lebih banyak pasien dalam kelompok ERAS meninggalkan rumah sakit dalam waktu 4 hari setelah operasi.

Mobilisasi dini (<24 jam) dicapai pada semua pasien dalam kelompok ERAS. Delapan puluh dua pasien yang melakukan mobilisasi dini berhasil dipulangkan dalam waktu 4 hari atau kurang. Hal ini berbeda dengan kelompok kontrol, yang menunjukkan hanya 48% pasien yang melakukan mobilisasi dalam 24 jam setelah operasi mereka. Ada peningkatan yang signifikan dalam nilai rata-rata HHS pada kelompok ERAS pada 3 bulan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok pada 6 bulan pasca operasi. Selain itu, tidak ada perbedaan statistik dalam skor rata-rata ADL baik pada 3 dan 6 bulan pasca operasi.

Ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam komplikasi antara ERAS dan kelompok kontrol. Semua luka sembuh terutama tanpa komplikasi klinis seperti infeksi, trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah, dan emboli paru selama masa tindak lanjut. Terdapat 4 kasus komplikasi pada kelompok ERAS dan 10 kasus pada kelompok rehabilitasi tradisional pasca operasi, yang memiliki perbedaan statistik yang signifikan

Studi desain kuasi-eksperimental yang membandingkan kohort prospektif (ERAS: Januari–Desember 2017) dengan kohort jalur perawatan standar historis (kontrol: Januari–Desember 2016).

The Impact of Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) Protocol Complience on Morbidity from Resection for Primary Lung Cancer (Dampak Kepatuhan Pemulihan Setelah Operasi (ERAS) yang Ditingkatkan pada Morbiditas dari Reaksi untuk Kanker Paru Primer

Luke J, dkk. (2017)

Pasien berturut-turut yang menjalani reseksi paru untuk kanker paru primer antara April 2012 dan Juni 2014 di pusat rujukan regional di Inggris.

Semua pasien mengikuti protokol 15-elemen Enhanced Recovery After Surgery yang terstandarisasi. Bidang data utama termasuk kepatuhan protokol dengan elemen individu, patofisiologi , dan faktor operasi. Morbiditas tiga puluh hari diambil sebagai ukuran hasil utama dan diklasifikasikan secara apriori menurut sistem Clavien-Dindo. Model regresi logistik dirancang untuk mengidentifikasi faktor risiko independen untuk morbiditas dan lama rawat inap.

Pengaruh jalur Enhanced Recovery After Surgery terhadap morbiditas dan lama rawat pada pasien yang menjalani reseksi paru untuk kanker paru primer.

Peningkatan kepatuhan dengan jalur Peningkatan Pemulihan Setelah Pembedahan dikaitkan dengan peningkatan hasil klinis setelah reseksi untuk kanker paru primer. Beberapa elemen, termasuk mobilisasi dini, tampaknya lebih berpengaruh daripada yang lain.

Sebanyak 422 pasien berturut-turut menjalani reseksi paru selama periode 2 tahun, di antaranya 302 (71,6%) menjalani operasi torakoskopi dengan bantuan video. Lobektomi dilakukan pada 297 pasien (70,4%). Komplikasi dialami oleh 159 pasien (37,6%). Rata-rata lama rawat inap adalah 5 hari (kisaran, 1-67), dan 6 pasien (1,4%) meninggal dalam waktu 30  hari setelah operasi . Ada hubungan terbalik yang signifikan antara kepatuhan protokol dan morbiditas setelah penyesuaian untuk faktor perancu (rasio odds, 0,72; interval kepercayaan 95%, 0,57- 0,91; P < .01). Usia, lobektomi atau pneumonektomi, lebih dari 1 reseksi, dan mobilisasi tertunda merupakan prediktor independen morbiditas. Usia, kurangnya minuman karbohidrat sebelum operasi, rencana masuk unit ketergantungan tinggi/unit terapi intensif, mobilisasi tertunda, dan pendekatan terbuka merupakan prediktor independen dari keterlambatan pulang (lama rawat inap >5 hari)

Desain penelitian analitik

Enhanced Recovery After Surgery Pathway Reduces the Length of Hospital Stay Without Additional Complications in Lumbar Disc Herniation Treated by Percutaneous Endoscopic Transforaminal Discectomy (Peningkatan Pemulihan Setelah Jalur Operasi Mengurangi Lama Rawat Inap di Rumah Sakit Tanpa Komplikasi Tambahan Pada Herniasi Lumbal Yang Diobati dengan Diskektomi Transforaminal Endoskopik Perkutan)

Wang Duojun et al. (2021)

Sebanyak 120 pasien LDH (Lumbar Disc Herniation) segmen tunggal yang diseleksi dari Januari 2019 hingga Januari 2021 memenuhi kriteria inklusi.

Semua pasien LDH (L4/5) yang telah diobati dengan PETD di institusi kami. Studi kuasi-eksperimental diadopsi antara pasien yang dirawat di ERAS setelah PETD dengan mereka yang direhabilitasi pada jalur tradisional. Kedua kelompok dianalisis untuk LOS, waktu operasi, komplikasi, visual analog scale (VAS), Oswestry Dysfunction Index (ODI), biaya rawat inap (HE), dan peningkatan kriteria penilaian efikasi MacNab (MacNab).

60 Pasien jalur ERAS dengan 60 pasien jalur perawatan tradisional

Ada perbedaan yang signifikan antara skor LOS pasca operasi VAS dan ODI pada hari ke-3 setelah operasi antara kedua kelompok ( P <0,05). Insiden komplikasi dan HE serupa pada kedua kelompok ( P > 0,05). Rerata LOS menurun dari 3,47 ± 1,14 hari menjadi 5,65 ± 1,39 hari setelah penerapan jalur ERAS ( P <0,05).

Studi desain kuasi-eksperimental  dengan uji statistik uji-t dua sampel independen.

The Effectiveness of a Self-Made Modular Elastic Compression Device for Patients With a Fracture of The Tibia and Fibula (Efektivitas Perangkat Kompresi Elastis Modular Buatan Sendiri untuk Pasien dengan Fraktur Tibia dan Fibula)

Zeng et al.  (2020)

Sebanyak 59 pasien dewasa dengan fraktur unilateral tibia dan fibula yang sesuai dengan kriteria inklusi.

Lima puluh sembilan pasien dewasa sehat dengan fraktur unilateral tibia dan fibula secara acak dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perangkat kompresi elastis gabungan buatan sendiri untuk perawatan kompresi anggota badan yang terkena setelah operasi. Titik akhir utama termasuk kenyamanan, keamanan, dan efektivitas perangkat kompresi elastis modular buatan sendiri untuk pasien dengan fraktur tibia dan fibula.

Perbedaan efek Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) antara penerapan perangkat kompresi elastis modular buatan sendiri pada tekanan ekstremitas bawah dan traksi sederhana untuk mengangkat ekstremitas yang terkena pada pasien dengan fraktur tibia dan fibula.

Terdapat 29 kasus pada kelompok eksperimen dan 30 kasus pada kelompok kontrol.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam data umum: usia, jenis kelamin, lokasi fraktur, dan penyebab cedera. Waktu eliminasi pembengkakan pra operasi adalah 3,3 ± 1,2 hari, dan waktu penghapusan pembengkakan pasca operasi adalah 3,1 ± 1,4 hari pada kelompok eksperimen; waktu eliminasi pembengkakan pra operasi adalah 6,3 ± 1,2 hari, dan waktu penghapusan pembengkakan pasca operasi adalah 7,3 ± 1,2 hari pada kelompok kontrol. Derajat pembengkakan pra operasi dan pasca operasi pada kelompok eksperimen lebih pendek dibandingkan pada kelompok kontrol. Perbedaan waktu detumescence pasca operasi antara kelompok eksperimen (3,1 ± 1,4 hari) dan kelompok kontrol (7,3 ± 1,2 hari) adalah signifikan, dan total rawat inap adalah 8,1 ± 1.P <0,05)

Desain analitik dengan uji statistik Chi-squere.

 

Kesimpulan Analisa PICOS :

Dari analisa PICOS di atas didapatkan bahwa semua penelitian dilakukan dengan obyek penelitian adalah pasien operasi dengan populasi yang digunakan 59-422 pasien. Dari intervensi ERAS pada fase postoperatif berkontribusi terhadap lama rawat inap (LOS) diantaranya penelitian Yusuf, Muhammad, Teuku Yasir, dan Rovy Pratama (2021), membuktikan bahwa dengan penerapan protokol ERAS memiliki masa perawatan lebih singkat dibanding tanpa protokol ERAS atau metode konvesional (p<0,05). Selisih rerata LOS antara pasien dengan protokol ERAS dan tanpa ERAS 4.6 hari. Dengan menggunakan metode ini, Gillissen, dkk (2013) berhasil menurunkan LOS pasien dengan pembedahan kolerektal dari 10 hari menjadi 6 hari. Selanjutnya Bardaram, dkk melaporkan protokol ERAS mempersingkat masa penyembuhan 8 pasien yang menjalani prosedur pembedahan reseksi sigmoid dan pulang setelah 2 hari perawatan. Penelitian juga oleh Sarin, A., Litonius, E. S., Naidu, R., Yost, C. S., Varma, M. G., & Chen, L. (2016) dengan 298 prosedur pada 245 pasien dan setelah itu dimulainya implementasi ERAS dengan 310 prosedur pada 279 pasien yang menjalani operasi perut kolerektal membuktikan bahwa ERAS menurunkan lama rawat inap total rata-rata RS (6,4 hingga 4,4 hari) dan lama rawat inap pasca prosedur (6,0 hingga 4,1 hari). Penelitian Luke J, dkk. (2017) menyatakan peningkatan kepatuhan dengan jalur Peningkatan Pemulihan Setelah Pembedahan (ERAS) dikaitkan dengan peningkatan hasil klinis setelah reseksi untuk kanker paru primer. Beberapa elemen, termasuk mobilisasi dini, tampaknya lebih berpengaruh daripada yang lain. Sebanyak 422 pasien berturut-turut menjalani reseksi paru selama periode 2 tahun, di antaranya 302 (71,6%) menjalani operasi torakoskopi dengan bantuan video. Lobektomi dilakukan pada 297 pasien (70,4%). Komplikasi dialami oleh 159 pasien (37,6%). Rata-rata lama rawat inap adalah 5 hari (kisaran, 1-67), dan 6 pasien (1,4%) meninggal dalam waktu 30  hari setelah operasi .

Yan Kang, dkk. (2019) menyatakan bahwa pada pasien fraktur  intertrokanterika yang diobati dengan prosedur ERAS ortopedi mampu mengurangi LOS dan mempertahankan fungsi pinggul tanpa mengorbankan hasil fungsional. Rata-rata LOS pada kelompok ERAS adalah 5-7 hari (rata-rata, 5,82 ± 0,64 hari) dibandingkan dengan 7-9 hari (rata-rata, 8,21 ± 0,83 hari) pada kelompok rehabilitasi tradisional. Menurut penelitian Wang Duojun et al. (2021) yang meneliti 120 pasien LDH (Lumbar Disc Herniation) segmen tunggal dengan sampel 60 pasien jalur ERAS dan 60 pasien jalur perawatan tradisional menyimpukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Rerata LOS menurun dari 3,47 ± 1,14 hari menjadi 5,65 ± 1,39 hari setelah penerapan jalur ERAS ( P <0,05). Peneliti Zeng et al. (2020) yang menilti perbedaan efek Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) antara penerapan perangkat kompresi elastis modular buatan sendiri pada tekanan ekstremitas bawah dan traksi sederhana untuk mengangkat ekstremitas yang terkena pada pasien dengan fraktur tibia dan fibula menyatakan derajat pembengkakan pra operasi dan pasca operasi pada kelompok eksperimen lebih pendek dibandingkan pada kelompok kontrol dengan waktu eliminasi pembengkakan pra operasi adalah 3,3 ± 1,2 hari, dan waktu penghapusan pembengkakan pasca operasi adalah 3,1 ± 1,4 hari pada kelompok eksperimen; waktu eliminasi pembengkakan pra operasi adalah 6,3 ± 1,2 hari, dan waktu penghapusan pembengkakan pasca operasi adalah 7,3 ± 1,2 hari pada kelompok kontrol sedangkan perbedaan waktu detumescence pasca operasi antara kelompok eksperimen (3,1 ± 1,4 hari) dan kelompok kontrol (7,3 ± 1,2 hari) adalah signifikan, dan total rawat inap adalah 8,1 ± 1. (P <0,05).

Jadi dapat disimpulkan bahwa protokol ERAS dapat menurunkan LOS pasien operasi baik itu operasi pada sistem gastrointestinal, thoraks, maupun operasi karena fraktur.

 


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas struktur tulang yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang hingga deformitas. Pada luka fraktur dan luka insisi dapat terjadi edema dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi,dan keterbatasan klien dalam menumpu berat badannya sehingga seringkali klien mengalami gangguan mobilitas fisik (Çelik et al., 2018). Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliputi fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi (Asrizal, 2014; Rahmawati et al., 2018).

Fraktur tibia-fibula adalah fraktur multipel yang umum secara klinis terletak ditungkai bawah dengan empat kompertemen fasia tertutup. Hematoma hemorargik pasca fraktur dan peningkatan permiabilitas vaskuler dari reaksi inflamasi menyebabkan pembengkakan ekstremitas yang parah. Oleh karena itu, fraktur tibia dan fibula memerlukan perawatan detumescence yang efektif, jika tidak mungkin komplikasi serius seperti kegagalan penutupan primer sayatan, dehiscence sayatan, infeksi sayatan, osteomielitis, sindrom kompartemen, dan bahkan nonunion, dan kecacatan. Untuk itu fraktur tibia dan fibula memerlukan perawatan bedah.

Dalam dunia keperawatan bedah trend yang sedang ada adalah ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) yang merupakan protokol operasi baru yang menyederhanakan proses pasien sebelum, selama, dan setelah operasi. Definisi Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) dikenal juga sebagai fast track surgery atau Enhanced Recovery Protocol (ERP) adalah penatalaksanaan perioperasi yang berbasis multimodal yang didesain untuk menurunkan morbiditas, lama rawat inap, meningkatkan waktu pemulihan paska operasi dan meminimalkan komplikasi paska operasi. Program ini bertujuan untuk mempersingkat lama rawat inap bagi pasien dan memfasilitasi mobilitas dan pemulihan dini sekaligus meningkatkan hasil dan pengalaman pasien secara keseluruhan. (Anonim, 2022)

B.    Saran

1.     Bagi Institusi Rumah Sakit

Dengan adanya makalah ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan medical bedah pada kasus fraktur tibia dengan menerapkan protokol ERAS.

2.     Bagi Instansi Akademi

Diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi dan menambah pustaka bagi institusi tentang kasus fraktur tibia dekstra dengan trend protokol ERAS (Enhanced Recovery After Surgery) dalam keperawatan bedah.

3.     Bagi penulis

Diharapkan dapat belajar lagi dalam penulisan makalah dan menambah pustaka baru dalam pengerjakan laporan-laporan.

4.     Bagi Pembaca

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan medical bedah dengan kasus fraktur tibia dan trend issu keperawatan bedah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

Andri, Juli., dkk. 2020. Nyeri pada Pasien Post Op Fraktur Ekstremitas Bawah dengan Pelaksanaan Mobilisasi dan Ambulasi Dini. Journal of Telenursing (JOTING). 2(1): 61-70.

 

Apleys, G. A & Solomon Louis. 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition. New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.

 

Kurniawaty, Juni, Sudadi, dan Mohammad Pradhana Anindita. 2018. Manajemen Preoperatif pada Protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS). Jurnal Komplikasi Anastesi. 5(2): 61-72.

 

Luke J, dkk. 2017. The Impact of Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) Protocol Complience on Morbidity from Resection for Primary Lung Cancer. Journal of Thoracic and Cardiovaskular Surgery. 155(4) : 1843-1852.

 

Çelik,et.al. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Op Fraktur dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik di Rumah Sakit Panti Waluya Malang. 1(1), 1–8.

 

Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of Fractures 5th Edition. New York. Wolters Kluwer.

 

G.                          Pignot. 2019. Peran Perawat dalam Menerapkan Peningkatan Pemulihan Setelah Operasi. Prancis : Institut Paoli Calmette.

 

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction.

 

Purwanto, H. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan .

 

Sarin, A., Litonius, E. S., Naidu, R., Yost, C. S., Varma, M. G., & Chen, L. 2016. Successful Implementation of an Enhanced Recovery After Surgery Program Shortens Length of Stay and Improves Postoperative Pain, and Bowel and Bladder Function After Colorectal Surgery. BMC Anesthology, 1-10.

 

Sulistyaningsih. 2016. Gambaran Kualitas Hidup Pada Pasien Pasca Open Reduction Internal Fixation (Orif) Ekstermitas Bawah di Poli Ortopedi Rs Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

 

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

 

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

 

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

 

Wang Duojun et al. 2021. Enhanced Recovery After Surgery Pathway Reduces the Length of Hospital Stay Without Additional Complications in Lumbar Disc Herniation Treated by Percutaneous Endoscopic Transforaminal Discectomy. Journal of Orthopaedic Surgery and Research. 16:461.

 

Yan Kang, dkk. 2019. Enhenced Recovery After Surgery (ERAS) in Elective Intertrochanteric Fracture Patients of Hospital Stay (LOS) Without Comprasing Functional Outcome. Journal of Orthopaedic Surgery and Research. 14 (209): 1-7.

 

Yusuf, Muhammad, Teuku Yasir, dan Rovy Pratama. 2021. Penerapan Protokol Enhance Recovery After Surgery (ERAS) pada Pasien Operasi Elektif Digestif sebagai Upaya Menurunkan Length of Stay Pasien Pasca Pembedahan di RSUD dr. Zaenal Abidin Banda Aceh Tahun 2019. Journal of Medical Science. 2(1): 16-20.

 

Zeng et al. 2020. The Effectiveness of Self-made Modular Elestic Compression Device for Patient With a Fracture of The Tibia and Fibula. Journal of Orthopaedic Surgery and Research. 15: 153.

 

Anonim. 2022. Enhenced Recovery After Surgery (ERAS) Program. https://health.ucsd.edu/specialties/surgery/patient-resources/Pages/ERAS.aspx. Diakses pada 13 Mei 2022.

 

Johns Hopkins Medicine. 2019. Tibia and Fibula Fractures. Online (Available) : https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/tibia-and-fibula- fractures. Diakses pada tanggal 14 Mei 2021

 

 

 

 

 


Lampiran 1

Nama

Jenis kelamin

Nomor telepon pasien

Nomor rumah sakit

Tanggal masuk

Tanggal pelepasan

Hari-hari menginap pasca operasi

Jenis operasi

Nama dokter bedah

Tanggal operasi

Pendekatan bedah

□ Terbuka

□ PPNS

Penerimaan kembali

Ya/Tidak

Tanggal penerimaan kembali

Alasan untuk penerimaan kembali:

Catatan:

Fase pra operasi

Pendidikan dan konseling ERAS

Puas

Status lengkap

Tanda tangan

Catatan

Keuntungan ERAS

Ya/Tidak

Metode penilaian untuk pengendalian rasa sakit (NRS)

Ya/Tidak

Arti latihan pernapasan

Ya/Tidak

Informasi tentang saluran pembuangan dada

Ya/Tidak

Penilaian dan tindakan spesialis

Evaluasi jalan napas

Risiko tinggi/normal

□ Latihan pernapasan

□ Pelatihan jalan cepat

□ Latihan aerobik (tungkai bawah dan / atau atas)

□ Walk/stair training

Inhalasi atomisasi

Rutin/risiko tinggi

Asap

Ya/Tidak

Berhenti merokok

Ya/Tidak

Tanggal berhenti merokok

____day

Tes tangga (berjalan tiga tangga tangga)

Ya/Tidak

Tidak dapat berjalan tiga tangga (tes tangga) harus secara ketat dirujuk ke fisioterapis untuk program rehabilitasi yang lebih intensif.

Penilaian penyerahan pasien

Barthel: skor

Penilaian VTE

Skor kambing

≥5, lihat ahli bedah

profilaksis farmakologis □

□ Profilaksis mekanis

Skrining risiko nutrisi

Skor NRS2002

≥3, lihat ahli bedah

□ Suplemen nutrisi oral

Penilaian PONV

Ya/Tidak

Mengacu pada anestesi

Penilaian keadaan kecemasan

Ya/Tidak

Lihat psikolog

Penilaian gejala prostat

Skor IPSS

≥8, lihat ahli bedah

Persiapan pra operasi

Puas

Status lengkap

Tanda tangan

Catatan

Persiapan kulit

Ya/Tidak

Persiapan usus

Ya/Tidak

Pasien dengan tidak buang air besar selama lebih dari tiga hari

Cairan bening 400 mL sampai dua jam sebelum anestesi

Ya/Tidak

Perawatan mulut: Sikat gigi setiap enam jam dengan obat kumur antiseptik bebas alkohol, sampai dua jam sebelum anestesi

Ya/Tidak

Kurangi fenobarbitone sebelum operasi.

Ya/Tidak

Fase intraoperatif

Waktu anestesi (menit)

Perdarahan

volume (mL)

Anestesi

metode

□ Anestesi umum

anestesi epidural □

Puas

Status lengkap

Tanda tangan

Catatan

Profilaksis antibiotik Pra operasi 30 menit

Ya/Tidak

Metode bedah yang tepat dan desain sayatan rasional

Ya/Tidak

□ Terbuka

□ PPNS

□ PPNS dibuka

Rejimen analgesik multimoda

Ya/Tidak

Pemanasan intraoperatif

Ya/Tidak

Manajemen likuid berorientasi tujuan

Ya/Tidak

Pencegahan VTE

Ya/Tidak

Ventilasi volume pasang surut rendah intraoperatif

Ya/Tidak

Fase pasca operasi

Puas

Status lengkap

Tanda tangan

Catatan

Hari operasi

Manajemen cair (mL)

□ 500 □ 1000

□ 1500 □ 2000 mL

Pemanasan pasca operasi

Ya/Tidak

Pemberian makan lebih awal

Minum air setelah bangun tidur, dan berikan semi-cair jika tidak ada yang abnormal. Lanjutkan diet normal pada hari pertama setelah operasi

Ya/Tidak

Fisioterapi pernapasan

Ya/Tidak

Mobilisasi awal

Tungkai bawah dan atas

Rejimen analgesik multimoda (NRS ≤ 4)

□ PCA

□ Blok Interkostal

NSAID □

□ Acetaminophen

Pencegahan retensi dahak

Ya/Tidak

Tabung drainase

tabung pembuangan dada □

□ Kateter urin

Pencegahan delirium

Skor CAM

Lihat dokter bedah

Hari pasca operasi 1

Fisioterapi pernapasan

Ya/Tidak

Diet normal

Ya/Tidak

Mempromosikan mobilisasi

□ Tungkai bawah dan atas

□ Duduk di kursi (hingga dua jam)

□ Walk_________m

Rejimen analgesia multimoda

(NRS ≤ 4)

□ PCA

□ Blok Interkostal

NSAID □

□ Acetaminophen

Pencegahan retensi dahak

Ya/Tidak

Tabung drainase

tabung pembuangan dada □

□ Kateter urin

Pencegahan delirium

Skor CAM

≥ skor 2, lihat ahli bedah

Pencegahan VTE

profilaksis farmakologis □

□ Profilaksis mekanis

Hari pasca operasi 2

Fisioterapi pernapasan

Ya/Tidak

Mempromosikan mobilisasi

□ Duduk di kursi (hingga dua jam)

□ Walk_________m

Rejimen analgesia multimoda

(NRS ≤ 4)

□ PCA

□ Blok Interkostal

NSAID □

□ Acetaminophen

Pencegahan retensi dahak

Ya/Tidak

Tabung drainase

tabung pembuangan dada □

□ Kateter urin

Pencegahan delirium

Skor CAM

≥ skor 2, lihat ahli bedah

Pencegahan sembelit

Ya/Tidak

Pencegahan VTE

profilaksis farmakologis □

□ Profilaksis mekanis

Hari pasca operasi 3

Fisioterapi pernapasan

Ya/Tidak

Mempromosikan mobilisasi

□ Duduk di kursi (hingga dua jam)

□ Walk_________m

Rejimen analgesia multimoda

(NRS ≤ 4)

□ PCA

□ Blok Interkostal

NSAID □

□ Acetaminophen

Pencegahan retensi dahak

Ya/Tidak

Tabung drainase

tabung pembuangan dada □

□ Kateter urin

Pencegahan delirium

Skor CAM

≥ skor 2, lihat ahli bedah

Pencegahan sembelit

Ya/Tidak

Pencegahan VTE

profilaksis farmakologis □

□ Profilaksis mekanis

Saran debit

Ya/Tidak

Hari pasca operasi 4

Fisioterapi pernapasan

Ya/Tidak

Mempromosikan mobilisasi

□ Duduk di kursi (hingga dua jam)

□ Walk_________m

Rejimen analgesia multimoda

□ PCA

□ Blok Interkostal

NSAID □

□ Acetaminophen

Pencegahan retensi dahak

Ya/Tidak

Tabung drainase

tabung pembuangan dada □

□ Kateter urin

Pencegahan sembelit

Ya/Tidak

Pencegahan VTE

profilaksis farmakologis □

□ Profilaksis mekanis

Penilaian kesiapan discharge

Skor RHDS

Keluar dari rumah sakit setelah seminggu

Tindak lanjut telepon

Alasan keterlambatan pemulangan:

Komplikasi

Kondisi pengobatan

Komplikasi

Kondisi pengobatan

Perdarahan

Chylothorax

Infeksi sayatan

Fistula bronchopleural

Infeksi intrathoracic

Aritmia

Infeksi paru-paru

Gagal jantung

Atelektasis paru

VTE (DVT/PE)

Edema paru

Kebocoran pleura

Kematian

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar